Selasa, 25 Juni 2013

Razia, Timbulkan Ketakutan Pada Masyarakat



Razia, Timbulkan Ketakutan Pada Masyarakat
Oleh : Sagita Purnomo
Setiap paginya saat menuju ke kampus penulis selalu melintasi simpang gelugur kota, namun pada beberapa hari terakhir ini ada pemandangan unik terjadi di kawasan ini. Mulai pukul 10.00 sampai dengan 12.00 WIB gerombolan polisi lalulintas (Polantas) yang mengenakan rompi bewarna hijau lengkap dengan seragam, tengah berjejer di pinggiran jalan, di situ juga terdapat pamflet yang bertuliskan “Maaf Jalan anda terganggu ada razia”.
Dengan meniupkan peluit sambil membentangkan tangan seperti menggiring bebek masuk kekandangnya, seorang polisi tengah memberhentikan kendraan ke pinggir jalan untuk di periksa kelengkapan surat surat kendaraanya. Mungkin banyak dari kita khususnya pengguna jalan yang sudah tidak asing lagi dengan pemandangan ini (Razia) bahkan mungkin kita prena terjaring razia dan menerima surat tilang?
Ternyata razia yang digelar oleh kepolisian ini dapat memberikan dampak pisikologis yang buruk terhadap sebagian masyarakat. Masyarakat menjadi ketakutan apabila mendengar kata razia kendaraan. Ketakutan ini di sebabkan oleh buruknya citran/ paradigma masyarakat terhadap kinerja oknum kepolisian “Nakal” yang kerap melakukan damai di tempat alias jual beli surat tilang.
Oprasi Zebra
Ternyata dipengujung tahun ini tepatnya mulai 28 November 2012 hingga dua minggu kedepanya, untuk meningkatkan kesadaran berlalulintas, serta mengantisipasi keberadaan Geng Motor. Satuan Lalulintas (Satlantas) Kepolisian Sumatera Utara (Poldasu) mengadakan Oprasi Zebra Toba, di sejumlah kawasan di kota Medan. salah satunya ialah yang dilakukan oleh Polsekta Medan Barat.
Menurut Kapolsekta Medan Barat Kompol Nasrun Pasaribu melalui Kanit Lantas AKP Slamet Ryadi menjelaskan Operasi Zebra selain bertujuan meningkatkan kesadaran tertib berlalu lintas juga sebagai pracipta kondisi menjelang Natal dan Tahun Baru Dikatakannya, dalam razia ini pihaknya mengambil tindakan 40 persen untuk pembinaan, 40 persen pencegahan dan 20 persen penindakan tilang. "Tidak ada target tertentu, karena kita mengutamakan tindakan preemtif (pembinaan) " ungkapnya (analisadaily.com)
            Terhitung pada bulan Oktober 2012, terdapat kurang lebih 5074 berkas tilang yang dilimpahkan polisi, ke Pengadilan Negeri Medan. Jumlah pelanggaran yang cukup besar, dari sini dapat disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat kota Medan dalam berlalulintas masih sangat rendah. Melanggar lampu merah, ngebut, dan prilaku ugal ugalan saat berkendara, tidak menyalakan lampu utama pada siang hari, adalah prilaku yang wajar bagai pengendara sepedamotor di kota ini.
Jadi untuk kita para pengguna kendaraan bermotor kususnya roda dua, lengkapilah surat surat kendaraan, serta kelengkapan kendaraan, selai  itu juga patuhilah peraturan rambu rambu lalulintas, dan hidupkan lah lampu utama pada siang hari, serta peraturan lainya yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, apabila tidak ingin berurusan dan terjaring razia.
Membuat Takut Masyarakat
             Menurut Direktur Biro Pisikologi Perona, Irna Manauli mengatakan saat ini paradigma masyarakat terhadap razia kendaraan yang dilakukan oleh kepolisian ada dua persepsi yaitu merasa aman dan ketakutan akan razia tersebut. tapi yang paling mendominasi ialah rasa ketakutan. Kenapa ketakutan? Ketakutan ini di sebabkan oleh beberapa praktek dari oknum kepolisian yang tidak bertanggung jawab. Dimana saat bertugas pada hari biasa, polisi kerap bertindak mencari cari kesalahan pengendara yang berujung pada kata sepakat atas surat tilang yang dibebaskan dengan sejumlah uang. “ Praktek ini yang membuat pengendara menjadi tidak percaya dengan razia yang dilakukan polisi. Bahkan kecenderungan masyarakat akan lari saat melihat segerombolan polisi,” katanya
            Dijelaskanya, secara pisikologi ketakutan ini menyatakan kesalahan. Dengan kata lain, ada kesalahan pada diri seseorang tersebut, sehingga membuat dirinya menjadi ketakutan. Tetapi, meskipun sudah masuk ajang resmi seperti razia, ketakutan tersebut tidak hilang dari masyarakat. “ Begini, kalau masyarakat sudah tahu bahwa akan ada razia, mereka akan melengkapi dirinya dengan berbagai perlengkapan, sehingga nantinya tidak ditangkap atau di tilang. Tetapi walaupun begitu, meski mereka sudah lengkap, mulai dari helem, sim, kaca spion, dan lainya, tetap saja masyarakat takut kenapa? Karena persepsi yang berkembang adalah sudah lengkap tetap saja di tindak, ada saja yang dicari cari. Seperti bentuk kenalpot, jari jari dan lainya. Jadi jangan heran jika razia ini bukan menimbulkan keamanan, melainkan ketakutan pada sebagian masyarakat. ” Jelasnya ( harian sumutpos)
            Ini lah salah satu efek negatif dari Oprasi Toba, sebagian masyarakat merasa ketakutan dan was-was saat berada di jalan, mereka takut apabila melihat razia, hal ini sepeerti di uraikan diatas yaitu dikarenakan buruknya citraan oknum polisi di masyarakat, masyarakat menjadi takut saat melintas dijalan. Apabila pengendara merasa gugup/takut saat mengemudikan kendaraannya, hal ini tentu saja dapat membahayakan keselamatan pengendara sendiri maupun orang lain
Harus Perbaiki Citra
            sekarang ini sebagian masyarakat kota medan khususnya sudah kehilangan kepercayaan serta mengecap buruk kinerja Polantas. Maka untuk itu polisi harus dapat memperbaiki kinerja, serta merubah paradigma serta mengembalikan kepercayaan masyarakat. Tapi tentu saja untuk memperbaiki dan mengembalikian kepercayaan masyarakat bukanlah hal yang mudah. Pasalnya kepercayaan masyarakat akan semboyan/ moto “ Melindungi dan Mengayomi” sudah sangat tipis.
            Oleh karna itu salah satu upayanya ialah polisi harus bertindak tegas dalam menjalankan tugasnya, misalnya saat memproses tilang, jangan pernah tembang pilih atau pandang buluh dalam menilang pelanggaran, baik itu masyarakat biasa maupun oknum pejabat, bahkan polisi sendiri apabila terbukti dan tampak melakukan pelanggran lalulintas agar dapat segera di tindak tegas dengan cara diberikan surat tilang.
Petugas polisi harus meningkatkan kejujuranya, jangan pernah sesekali menerima suap ( uang sogokan) dari pelanggar lalulintas agar tidak di tilang. Tolak-lah menta menta suap yang jumlahnya tidak seberapa itu. Ingatlah kode etik dan sumpah jabatan sebelum diangkat menjadi anggota kepolisian, dimana dalam kode etik itu salah satunya juga dikatakan polisi mesti bertindak profesional dan tidak menerima suap.
Kemudian bagi pengendara yang terkena tilang, diharapkan dapat bersifat Legowo, jangan pernah menawarkan maupun memberi suap kepada oknum polisi. Hadapilah dengan jentelmen, terimalah surat tilang yang diberikan, jangan pernah membiasakan budaya “ damai di tempat”. Selesakan perkara di pengadilan, bukan di tempat. Oknum polisi juga tidak dapat di salahkan sepeenuhnya dalam hal ini, sebab pengendara yang terkena tilang juga turut andil dalam menawarkan suap agar dapat terlepas dari tilang.
            Selain itu untuk para pejabat/petinggi kepolisian, diharapkan dapat memberikan reward atau bonus, maupun penghargaan terhadap personilnya yang konsisten serta disiplin dalam menjalankan tugasnya. Diharapkan dengan diberikannya reward ataupun penghargaan kepada personil, dapat membuat polisi enggan untuk menerima suap dari masyarakat. Selain itu pemberian sanksi tegas juga perlu di berikan terhadap oknum petugas nakal, agar dapat memberikan efek jera.
Dengan begitu apabila oknum polisi yang nakal sudah kembali indepenen, maka bukan barang yang mustahil polisi akan mendapatkan kembali simpatik dan kepercayaan yang penuh dari masyarakat, guma menciptakan hubungan yang harmonis antara polisi dan masyarakat, serta menciptakan budaya sadar berlalulintas pada masyarakat kota medan khususnya.***
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum UMSU
Tulisan ini pernah dimuat di Harian Analisa (Kamis 13 Desember 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar