Razia, Timbulkan Ketakutan Pada Masyarakat
Oleh : Sagita Purnomo
Setiap
paginya saat menuju ke kampus penulis selalu melintasi simpang gelugur kota,
namun pada beberapa hari terakhir ini ada pemandangan unik terjadi di kawasan
ini. Mulai pukul 10.00 sampai dengan 12.00 WIB gerombolan polisi lalulintas
(Polantas) yang mengenakan rompi bewarna hijau lengkap dengan seragam, tengah
berjejer di pinggiran jalan, di situ juga terdapat pamflet yang bertuliskan “Maaf
Jalan anda terganggu ada razia”.
Dengan
meniupkan peluit sambil membentangkan tangan seperti menggiring bebek masuk
kekandangnya, seorang polisi tengah memberhentikan kendraan ke pinggir jalan
untuk di periksa kelengkapan surat surat kendaraanya. Mungkin banyak dari kita
khususnya pengguna jalan yang sudah tidak asing lagi dengan pemandangan ini
(Razia) bahkan mungkin kita prena terjaring razia dan menerima surat tilang?
Ternyata
razia yang digelar oleh kepolisian ini dapat memberikan dampak pisikologis yang
buruk terhadap sebagian masyarakat. Masyarakat menjadi ketakutan apabila
mendengar kata razia kendaraan. Ketakutan ini di sebabkan oleh buruknya citran/
paradigma masyarakat terhadap kinerja oknum kepolisian “Nakal” yang kerap
melakukan damai di tempat alias jual beli surat tilang.
Oprasi Zebra
Ternyata
dipengujung tahun ini tepatnya mulai 28 November 2012 hingga dua minggu kedepanya,
untuk meningkatkan kesadaran berlalulintas, serta mengantisipasi keberadaan
Geng Motor. Satuan Lalulintas (Satlantas) Kepolisian Sumatera Utara (Poldasu)
mengadakan Oprasi Zebra Toba, di sejumlah kawasan di kota Medan. salah satunya
ialah yang dilakukan oleh Polsekta Medan Barat.
Menurut
Kapolsekta Medan Barat Kompol Nasrun Pasaribu melalui Kanit Lantas AKP Slamet
Ryadi menjelaskan Operasi Zebra selain bertujuan meningkatkan kesadaran tertib
berlalu lintas juga sebagai pracipta kondisi menjelang Natal dan Tahun Baru
Dikatakannya, dalam razia ini pihaknya mengambil tindakan 40 persen untuk pembinaan,
40 persen pencegahan dan 20 persen penindakan tilang. "Tidak ada target
tertentu, karena kita mengutamakan tindakan preemtif (pembinaan) "
ungkapnya (analisadaily.com)
Terhitung pada bulan Oktober 2012, terdapat kurang lebih
5074 berkas tilang yang dilimpahkan polisi, ke Pengadilan Negeri Medan. Jumlah
pelanggaran yang cukup besar, dari sini dapat disimpulkan bahwa kesadaran
masyarakat kota Medan dalam berlalulintas masih sangat rendah. Melanggar lampu
merah, ngebut, dan prilaku ugal ugalan saat berkendara, tidak menyalakan lampu
utama pada siang hari, adalah prilaku yang wajar bagai pengendara sepedamotor
di kota ini.
Jadi
untuk kita para pengguna kendaraan bermotor kususnya roda dua, lengkapilah surat
surat kendaraan, serta kelengkapan kendaraan, selai itu juga patuhilah peraturan rambu rambu
lalulintas, dan hidupkan lah lampu utama pada siang hari, serta peraturan
lainya yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalulintas
dan Angkutan Jalan, apabila tidak ingin berurusan dan terjaring razia.
Membuat Takut Masyarakat
Menurut
Direktur Biro Pisikologi Perona, Irna Manauli mengatakan saat ini paradigma
masyarakat terhadap razia kendaraan yang dilakukan oleh kepolisian ada dua
persepsi yaitu merasa aman dan ketakutan akan razia tersebut. tapi yang paling
mendominasi ialah rasa ketakutan. Kenapa ketakutan? Ketakutan ini di sebabkan
oleh beberapa praktek dari oknum kepolisian yang tidak bertanggung jawab.
Dimana saat bertugas pada hari biasa, polisi kerap bertindak mencari cari kesalahan
pengendara yang berujung pada kata sepakat atas surat tilang yang dibebaskan
dengan sejumlah uang. “ Praktek ini yang membuat pengendara menjadi tidak
percaya dengan razia yang dilakukan polisi. Bahkan kecenderungan masyarakat
akan lari saat melihat segerombolan polisi,” katanya
Dijelaskanya, secara pisikologi ketakutan ini menyatakan
kesalahan. Dengan kata lain, ada kesalahan pada diri seseorang tersebut,
sehingga membuat dirinya menjadi ketakutan. Tetapi, meskipun sudah masuk ajang
resmi seperti razia, ketakutan tersebut tidak hilang dari masyarakat. “ Begini,
kalau masyarakat sudah tahu bahwa akan ada razia, mereka akan melengkapi
dirinya dengan berbagai perlengkapan, sehingga nantinya tidak ditangkap atau di
tilang. Tetapi walaupun begitu, meski mereka sudah lengkap, mulai dari helem,
sim, kaca spion, dan lainya, tetap saja masyarakat takut kenapa? Karena
persepsi yang berkembang adalah sudah lengkap tetap saja di tindak, ada saja
yang dicari cari. Seperti bentuk kenalpot, jari jari dan lainya. Jadi jangan
heran jika razia ini bukan menimbulkan keamanan, melainkan ketakutan pada
sebagian masyarakat. ” Jelasnya ( harian
sumutpos)
Ini lah salah satu efek negatif dari Oprasi Toba,
sebagian masyarakat merasa ketakutan dan was-was saat berada di jalan, mereka
takut apabila melihat razia, hal ini sepeerti di uraikan diatas yaitu
dikarenakan buruknya citraan oknum polisi di masyarakat, masyarakat menjadi
takut saat melintas dijalan. Apabila pengendara merasa gugup/takut saat
mengemudikan kendaraannya, hal ini tentu saja dapat membahayakan keselamatan
pengendara sendiri maupun orang lain
Harus Perbaiki Citra
sekarang ini sebagian masyarakat kota medan khususnya
sudah kehilangan kepercayaan serta mengecap buruk kinerja Polantas. Maka untuk
itu polisi harus dapat memperbaiki kinerja, serta merubah paradigma serta
mengembalikan kepercayaan masyarakat. Tapi tentu saja untuk memperbaiki dan
mengembalikian kepercayaan masyarakat bukanlah hal yang mudah. Pasalnya kepercayaan
masyarakat akan semboyan/ moto “ Melindungi dan Mengayomi” sudah sangat tipis.
Oleh karna itu salah satu upayanya ialah polisi harus
bertindak tegas dalam menjalankan tugasnya, misalnya saat memproses tilang,
jangan pernah tembang pilih atau pandang buluh dalam menilang pelanggaran, baik
itu masyarakat biasa maupun oknum pejabat, bahkan polisi sendiri apabila
terbukti dan tampak melakukan pelanggran lalulintas agar dapat segera di tindak
tegas dengan cara diberikan surat tilang.
Petugas
polisi harus meningkatkan kejujuranya, jangan pernah sesekali menerima suap (
uang sogokan) dari pelanggar lalulintas agar tidak di tilang. Tolak-lah menta
menta suap yang jumlahnya tidak seberapa itu. Ingatlah kode etik dan sumpah
jabatan sebelum diangkat menjadi anggota kepolisian, dimana dalam kode etik itu
salah satunya juga dikatakan polisi mesti bertindak profesional dan tidak
menerima suap.
Kemudian
bagi pengendara yang terkena tilang, diharapkan dapat bersifat Legowo, jangan pernah menawarkan maupun
memberi suap kepada oknum polisi. Hadapilah dengan jentelmen, terimalah surat
tilang yang diberikan, jangan pernah membiasakan budaya “ damai di tempat”.
Selesakan perkara di pengadilan, bukan di tempat. Oknum polisi juga tidak dapat
di salahkan sepeenuhnya dalam hal ini, sebab pengendara yang terkena tilang
juga turut andil dalam menawarkan suap agar dapat terlepas dari tilang.
Selain itu untuk para pejabat/petinggi kepolisian,
diharapkan dapat memberikan reward atau bonus, maupun penghargaan terhadap
personilnya yang konsisten serta disiplin dalam menjalankan tugasnya.
Diharapkan dengan diberikannya reward ataupun penghargaan kepada personil,
dapat membuat polisi enggan untuk menerima suap dari masyarakat. Selain itu
pemberian sanksi tegas juga perlu di berikan terhadap oknum petugas nakal, agar
dapat memberikan efek jera.
Dengan
begitu apabila oknum polisi yang nakal sudah kembali indepenen, maka bukan barang
yang mustahil polisi akan mendapatkan kembali simpatik dan kepercayaan yang
penuh dari masyarakat, guma menciptakan hubungan yang harmonis antara polisi
dan masyarakat, serta menciptakan budaya sadar berlalulintas pada masyarakat
kota medan khususnya.***
Penulis
adalah Mahasiswa Fakultas Hukum UMSU
Tulisan ini pernah dimuat di Harian Analisa (Kamis 13
Desember 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar