Minggu, 15 Januari 2017

Menyingkirkan Batu Sandungan di KEK Sei Mangke

PROVINSI Sumatera Utara (Su­mut) kini menjelma sebagai salah satu daerah yang menarik perhatian para investor. Kondisi demografi mendu­kung, kualitas SDA yang melimpah serta kondusifitas politik serta ke­amanan menjadi nilai plus yang sangat men­dukung iklim investasi. Belum lama ini, di wilayah Kabupaten Sima­lu­ngun dibangun kawasan ekonomi khu­sus (KEK) Sei Mangke, sebagai pu­sat produksi beberapa perusahan ter­kemuka baik yang bersekala na­sio­nal maupun internasional. Dengan ke­hadiran KEK Sei Mangke ini di­harapkan dapat memberi kontribusi po­­sitif terhadap kemajuan pereko­no­mi­an dan ketenagakerjaan di Sumut.
Banyak pihak yang menanti rea­li­sasi pembangunan KEK Sei Mangke ini segera rampung, namun sangat di­sayangkan terdapat sejumlah ken­dala serius. Masalah perizinan, pem­be­basan lahan, hingga keterbatasan in­frastruk­tur, membuat realisasi ka­wa­san yang diterbitkan berdasarkan Pe­raturan Pemerintah (PP) Republik In­donesia Nomor 29 Tahun 2012 ini ter­kesan berjalan di tempat. Kondisi ini tentu saja sangat disayangkan, meng­ingat antusias para investor dan peluang bisnis/investasi yang sangat menjanji­kan dari KEK yang memiliki akses pe­labuhan peti kemas bersekala in­ter­nasional (Pelabuhan Kuala Tanjung).
Kini empat tahun sudah pasca di­terbitkannya PP 29 Tahun 2012, KEK Sei Mangke masih belum me­nun­juk­kan perkembangan yang berarti. Pe­me­rintah harus berperan aktif dan berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait di dalamnya untuk terus ‘kerja, kerja dan kerja’ menyelesaikakn se­mua hambatan yang ada, terutama da­lam pembangunan infrastruktur dan per­izinan. Jangan biarkan potensi KEK Sei Mangke yang sangat men­janjikan ini hilang begitu saja dan be­rubah menjadi proyek gagal atau ter­bengkalai.
Terhambat
KEK Sei Mangke merupakan salah satu dari delapan KEK nasional yang telah ditetapkan pemerintah. Total ke­se­luruhan luas KEK ini, sekarang, se­kitar 744 hektare. Pengalokasian la­han fase persiapan (2009 s/d 2013), se­luas 104 hektare, diperuntukkan buat perkantoran pengelola kawasan, pe­rumahan dan fasilitas umun, dan pen­dukung lainnya. Sedangkan fase ke­dua (2014-2019), seluas 640 hek­tare,  dimana 27 hektare digunakan  Uni­lever dan selebihnya ke PTP III dan PTP IV, PLN, Pertagas dan perusa­han supporting lain di kawasan itu. Sementara untuk fase ketiga (2020-2025), disiapkan  areal 1.993 hek­tare.(batampos.co)
Namun sangat disayangkan peren­ca­naan matang tersebut tidak sesuai de­ngan kenyataan. Berdasarkan in­for­masi yang penulis himpun dari Me­danBinsisdaily.com menyebutkan bah­wa proses pembangunan KEK Sei Mang­ke berjalan lamban. Gambaran kumuh masih terlihat di kawasan yang su­dah terbuka, peternak dan hewan ter­nak masih tampak di kawasan ter­sebut. Pemandangan ini tentu sa­ngat kontras dengan keberadaan se­jumlah perusahaan yang telah menanamkan modalnya di kawasan ini, seperti PT Industri Nabati Lestari, PT Unilever Oleochemical Indonesia Tbk, PTPN3, PT Air Product Indonesia, PT Perta­mina, PT Pertagas, PT PLN dan PT Eurosiatict Heat dan Po­wer System.
Kepala Dinas Industri dan Perda­ga­ngan Sumut H Alwin S juga me­nga­takan pihaknya telah melakukan ber­bagai upaya untuk mendukung in­dustri dan ekspor hasil industri dari Sei Mangkei. Sekarang ini tinggal meningkatkan upaya untuk meyakin­kan investor masuk dan meningkatkan kinerja ekspor Sumut. Bahkan menu­rut Alwi, beberapa perizinan dan sya­rat administrasi ekspor impor, yang se­lama ini dipegang Disperindagsu pun sudah bisa dilakukan langsung di Sei Mangkei. “Untuk itu kita masih ha­rus kerja keras, terutama untuk men­dorong pembangunan berbagai infras­truk­tur dan penunjang lainnya. Jadi se­cara prinsip, aktifitas ekspor impor yang biasanya masih dilakukan di Medan, sekarang sudah bisa disana,” jelasnya (MedanBisnisdaily.com).
Pemerintah pusat berencana me­mo­les Provinsi Sumut dengan mem­ba­ngun sejumlah infrastruktur pendu­kung yang memadahi, bahkan terma­suk kedalam prioritas pembangunan na­sional. Jalan tol trans Sumatera dan proyek kereta api yang saling terinte­gri­tas, pembangunan sejumlah pem­bang­kit dan proyek lainnya terus dike­but pengerjaannya guna mendukung ke­lancaran arus perekonomian. Na­mun banyak proyek pembangunan ter­sebut yang mengalami masalah dan te­rancam ngaret.
Komitmen
KEK Sei Mangke memiliki sejum­lah kelebihan yang tak perlu diragukan lagi, harusnya ini dapat menjadi mo­tivasi besar bagi pemerintah dan stake holder terkait untuk segera merealisa­sikannya. Jika realisasi selesai sesuai target pada tahun 2025 mendatang diper­kirakan KEK Sei Mangke yang diba­ngun dengan total dana sebesar Rp.5,7 Triliun ini akan mampu menarik inves­tasi sebesar Rp.123,3 Trilun dan menye­rap setidaknya 83.304 tenaga kerja.
“KEK Sei Mangkei itu luar biasa, karena terpadu, terintegrasi dengan ka­wasan industri Kuala Tanjung dan Pela­buhan Kuala Tanjung. Ini baru pertama kali ada di Indonesia. Ini pilot project untuk Indonesia wilayah Barat. Itu akan menampung tenaga kerja dalam jumlah yang banyak,” kata Anggota Komisi VI DPR-RI, Nasril Bahar. (Jpnn.com)
Perhitungan ini bukan hanya sebatas opini belaka, buktinya dengan beropera­sinya PT Unilever Oleochemical Indonesia, mampu menyerap tenaga kerja lang­sung hingga 600 orang dan men­ciptakan tenaga kerja tidak langsung sebanyak 5.000 orang. Jika beberapa pe­rusahaan lainnya segera beroperasi dan menjalankan aktivitasnya dengan lancar, makan akan banyak tenaga kerja khususnya dari Sumut yang terserap. Dengan kata lain, angka pengangguran akan sedikit terkurangi. Ini dapat men­jadi pertimbangan serius bagi para pihak untuk bahu membahu dalam mengatasi berbagai hambatan yang dihadapi KEK Sei Mangke.
Selain itu, dengan adanya Pelabuhan Kuala Tanjung, secara nyata akan me­mangkas cost operasional barang karena dapat langsung didatangkan ke Sei Mangke. Pasalnya selama ini pergera­kan barang dari laut masih harus dila­kukan melalui Pelabuhan Belawan Me­dan, dan disambung dengan jalur darat. Oleh kerena itu, dengan adanya ko­nektifitas Sei Mangkei-Kuala Tanjung, apalagi dengan menggunakan jalur k­e­reta api, dapat menjadi nilai plus yang sangat menguntungkan investor.
Semua peluang menjanjikan tersebut diatas akan terbuang percuma jika tidak diiringi dengan komitmen dari pihak ter­­kait untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan be­nar. Percepat pembangunan infra­struktur meliputi akses jalan dan Pem­bangunan jaringan Saluran Udara Tega­ngan Menengah, selesaikan berbagai per­izinan dan pembebasan lahan sesuai aturan yang berlaku, stabilitas harga gas, merupakan hal urgen yang harus di­lakukan segera guna mempercepat realisasi proyek. Semoga kedepannya KEK Sei Mangke dapat memberi man­faat positif, khususnya bagi pertumbu­han ekonomi Sumut.***

tulisan ini telah dimuat di Harian Analisa Edisi Kamis 15 Desember 2015

Medan Peringkat Satu Kota Tidak Aman


Oleh : Sagita Purnomo 

Lembaga survei terkemuka, Indonesia Research Center (IRC), merilis 10 kota paling tidak aman di Indonesia. Berdasarkan hasil survei yang diliris akhir Agustus lalu, menempatkan Medan urutan pertama dengan tingkat keamanan sebesar 3,2%, Samarinda 31,6%, Palem­bang 33,3%, Makasar 44,0%, Jakarta 48,9%, Lampung 50,0%, Surabaya 50,9%, Denpasar 51,5%, Bandung 61, 9% dan terakhir Semarang dengan 63,2%. 
Survei ini sangat selaras dengan kon­disi Kamtibnas Kota Medan yang sangat ra­­wan, mulai dari aksi kejahatan Begal se­makin merajarela di Kota Medan, bu­kan hanya di malam hari dan pada lokasi sepi nan gelap gulita saja, namun begal di Medan saat ini tanpa takut beraksi siang hari di pusat kota yang ramai ak­tivitas. Selain itu kejahatan narkotika, pen­curian, bentrok antar organisasi, pre­manisme, hingga aksi teror, semua itu berpadu menjadi satu ancaman serius bagi stabilitas keamanan kota.
Korban terbaru kejahatan begal terjadi pada Sabtu (3/9) kamarin tepatnya di Jln. Imam Bonjol depan Vihara Borobudur. Be­gal beraksi dengan mengendarai se­peda motor dan mengincar seorang wa­nita yang mengen­darai motor metik. Be­gal tersebut menarik tas korban hingga kor­ban terjatuh dari kendaraannya. Aki­batnya, korban mengalami luka serius di ba­gian wajah dan sampai saat ini sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
Kejadian ini sangat mirip dengan peris­tiwa naas yang dialami oleh rekan penulis yang berprofesi sebagai jurnalis. Pembega­lan itu terjadi pada malam hari selepas ia pulang bekerja, begal meram­pas tasnya dan menendang sepeda motor kor­ban, sehingga korban terpental dan me­ngalami luka yang sangat parah pada ba­gaian lutut dan tangan. Persamaan lainnya dalam kedua aksi begal ini ialah, para korban sama-sama membuat la­poran, namun hingga sekarang polisi be­lum berhasil melacak menangkap pelaku be­gal tersebut.
Maraknya aksi begal yang tidak me­ngenal tempat dan waktu ini telah menghantui warga Kota Medan. Ma­sya­ra­kat sudah was-was dan ketaku­tan apa­bila berpergian, khususnya malam hari. Celakanya lagi, polisi yang bertugas men­jaga keamanan dan ketertiban ma­syarakat (Kamtibnas), tidak dapat berbuat ba­nyak, padahal persoalan pemberan­ta­san begal menjadi prioritas utama Polda Su­mut dan Polresta Medan.
Satuan khusus tim pemburu/pem­be­rantas preman telah dibentuk, namun ha­silnya belum dapat menjamin ke­ama­nan di tengah masyarakat kita.
Pada tahun 2016 ini, berbagai pe­ristiwa dan kriminalitas yang terjadi di Kota Medan menjadi sorotan media na­sional, mulai dari bentrokan antar ormas, pembunuhan sadis terhadap satu keluarga di Sei Padang, pembunuhan di kampus, penggere­bekan kampung narkoba, aksi begal, dan terakhir percobaan bom bunuh diri di rumah ibadah. Dengan berbagai kejadian tersebut, harusnya Kepolisian dae­rah Sumatera Utara, melakukan eve­luasi besar-besaran terkait dengan efek­tivitas program Kamtibnas di ja­jarannya, terutama Polresta Medan.
Meski keamanan di Kota Medan se­ma­kin rawan dan kinerjanya menjadi so­rotan, Ka­polresta Medan, Kombes Pol Ma­rdiaz Ku­sin Diwihanato, justru meng­klaim ber­hasil menjaga kondu­sifitas kota de­ngan me­ngurangi angka kejahatan. Ia juga mem­pertanyakan hasil survei yang dilansir IRC mengenai Medan peringkat pertama sebagai daerah yang tidak aman di Indonesia.
“Kalau dilihat grafiknya diperte­nga­han tahun 2016 ini angka kejahatan me­nurun. Dimana pelaku-pelaku begal su­dah banyak yang diamankan. Tetapi kita tidak mempungkiri masih ada juga warga yang menjadi korban keja­hatan,” kata­nya.
Disebutkannya, untuk memberikan pe­layanan keamanan bagi masyarakat, Pol­resta Medan telah membentuk tim khu­sus guna berjaga di daerah rawan.
“Kita selalu berkordinasi dengan Polda Sumut meningkatkan patroli anti be­gal, premanisme. Selain itu, sudah dibuat call center untuk memudahkan war­ga melaporkan aksi kejahatan,” tu­tupnya (Waspada.co.id)
Pernyataan Kapolresta ini tentu saja sa­ngat disayangkan, harusnya hasil sur­vei tersebut dapat dijadikan rujukan dan bahan evaluasi program penanggu­la­ngan kejahatan/krimina-litas di wilayah kerja­nya. Realita yang terjadi tingkat kejaha­tan di Kota Medan ini terus mengalami pe­ningkatan, khususnya aksi begal se­makin merajalela. Tim anti begal yang be­lum lama ini dibentuk, belum dapat mem­beri kemajuan berarti dalam pe­ngendalian tindak kejahatan. Hal ini di­ka­renakan mereka hanya bersifat me­nunggu laporan dari warga melalui Call Center  0813 7667 0983 Tim Pemburu Preman Sabhara Polresta Medan.
Sedangkan untuk patroli yang berke­si­nambungan dan pengawasan langsung di masyarakat, khususnya pada daerah-dae­rah  rawan sangat jarang dilakukan. Ke­lalaian polisi dalam pengawasan inilah yang menjadi celah bagi pelaku begal dalam menjalankan aksinya.
Harusnya intensitas patroli dan pe­nga­wasan lebih ditingkatkan, polisi da­lam menjaga Kamtibnas dapat bekerja­sama dengan pihak TNI dan Satpol PP. De­ngan semakin banyaknya aparat yang ter­libat, akan empersempit ruang gerak be­gal dalam menjalankan aksi. Bila perlu tim patrloli secara berkesinam­bungan me­nyisiri berbagai lokasi yang rawan dan diduga sebagai markas begal.
Kompleks
Persoalan begal dan tingginya tingkat kriminalitas, semakin menambah kom­pleks berbagai permasalahan yang terjadi di Kota Medan tercinta ini. Ya, saat ini Kota Medan dikepung segudang  persoa­lan klasik yang tidak dapat ditangani serta diselesaikan dengan baik oleh para pemimpin dan pejabat kota. Apabila hujan datang, Kota Medan sangat rawan akan serangan banjir, bukannya melaku­kan upaya penanggulangan seperti nor­ma­lisasi sungai, memperbaiki daerah re­sapan air dan penghijauan, dan pe­nga­daan bio pori, Pemko Medan justru hanya gen­car menjalankan proyek abadi drai­nase (korek paret). Bukannya efektif me­ngatasi banjir, proyek abadi drainase yang menyisakan ma­teri galian di bahu jalan justru me­nimbulkan masalah baru, se­perti men­jadi sum­ber kemacetan, pe­nyebab kecelakaan dan merusak estetika kota.
Masalah parkir liar juga belum dapat di­selesaikan dengan baik oleh pejabat ter­kait. Kota Medan telah berubah men­jadi sur­ganya para jukir liar dalam me­meras pe­milik kendaraan. Mereka dengan ta­nangnya beroperasi di tempat-tempat yang bahkan tidak termasuk dalam lokasi parkir.
Di Medan, setiap jengkal memarkir­kan kendaraan, pasti harus membayar, apalagi di Lapangan Merdeka yang kini memiliki fungsi ganda sebagai lahan parkir dadakan. Parkir liar di bahu jalan memberi kontribusi nyata terhadap parahnya kemacetan lalu lintas jalanan kota. Semakin banyak kendaraan yang parkir sembarangan, semakin sempit pula ruas jalan yang bisa dilewati.
Lihat saja bagaimana akutnya kema­ce­tan di Jalan Setia Budi, Jalan Surabaya, Kam­pung Lalang, Gatot Subroto dan sejumlah jalan lainnya.
Lain lagi halnya dengan kondisi jalan Kota Medan yang semakin hari semakin rusak dan penuh lubang. Jalanan di medan iba­ratkan permukaan bulan yang habis di­tabraki batu meteor, bergelombang, ber­lu­bang dan tidak rata. Apalagi di­musim penghujan tiba, jalanan akan be­ru­bah menjadi kubangan kerbau yang siap menelan pengendara apes tengah me­lintas.
Meski faktanya demikian, Wakil Wali Kota Medan sempat berujar jalanan di Kota Medan mulus 90 %. “Jalan di Kota Medan sudah bagus 90 persen. Kalau ada jalan yang rusak. Sebagian besar itu, ra­nah­nya pemerintah provinsi,” katanya Akh­­yar Nasution, saat menghadiri Pe­ngu­ku­han Pengurus Kumpulan Marga Pak­pa­han Kota Medan di Wisma Ma­hinna Center, Jalan Rela Simpang Pan­cing Medan, Minggu (12/6/) lalu. (Tri­bunNews.com)
Maraknya aksi begal, tingginya tingkat kriminalitas, persoalan parkir liar, ja­lan berlubang, reklame liar dan pa­rah­nya kemacetan kota harus diselesai­kan dengan tuntas segera.
Semoga kedepannya para pihak terkait baik itu Kepolisian, Walikota, Pejabat Ke­dinasan dan pihak terkait lainnya, da­pat melakukan perubahan serta men­ja­lan­kan tugas dengan baik dan benar. Ba­walah Medan menjadi kota yang aman, indah, tertib, aman dan nyaman un­tuk ditinggali siapa aja. Jangan cuma sekedar selogan retorika “Medan Rumah Kita dan Medan Top Kali”. ***

tulisan ini telah dimuat di Harian Analisa edisi Selasa 6 September 2016