Selasa, 25 Juni 2013

Ini Medan Bung!! (Bukan) Hutan Reklame



Ini Medan Bung!! (Bukan) Hutan Reklame
Oleh : Sagita Purnomo
Pertumbuhan reklame di kota Medan pada era ini sangat pesat jutaan reklame dengan berbagai jenis dan ukuran tersebar di berbagai penjuru kota pemenang Piala Adi Pura 2012 ini. Setiap harinya reklame selalu bermunculan di berbagai ruas jalan, baik yang berbentuk papan berukuran raksasa, sedang, hingga yang kecil. Umbul-umbul, bando, baliho, banner, spanduk, selebaran, reklame bergerak dan masih banyak lagi.
 Jumlah Reklame yang berlimpa ruah memang berdampak positif dalam pergerakan roda perekonomian. Baik bagi perusahaan advertising (Pengelolah reklame) maupun Pemko Medan. Karena reklame juga menyumbang pendapatan bagi Pemko. Tak tanggung-tanggung pada tahun 2010 Pemko mematok target sebesar Rp 35 M per tahun, dari Pendapatan Asli Daerah  (PAD) dari sektor pajak reklame. (Arsip harian Sumut Pos)
Ketentuan mengenai pajak reklame sudah diatur dalam Peraturan Wali kota No 58 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) kota Medan No 11 tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. Namun alangkah sangat disayangkan apabila hal ini tidak di barengi dengan pengaturan konsep tata letak serta penataan baik dan benar.
Seharusnya reklame tidak boleh dipasang dekat tempat ibadah, dekat sekolah, di dekat kantor-kantor pemerintahan, tidak menutupi pohon yang indah, dan tidak menutupi bangunan tua. Namun Reklame dapat berdiri dengan kokohnya kapan saja dan dimana saja.
Kesemerawutan letak reklame ini sangat tak enak dipandang mata, sangking semerawutnya kota Medan seakan-akan terlihat seperti “Hutan reklame” yang sangat lebat. Seperti yang terlihat di sepanjang jalan Iskandar Muda terutama di sekitar pasar Peringgan, ratusan reklame dan umbul-umbul maupun spanduk tepajang padat di mana-mana. Selain merusak estetika kota keberadaan papan reklame sewaktu waktu juga dapat membahayakan keselamatan masyarakat.
Reklame Gelap
Selain kesemerawutan tata letak, persoalan reklame ilegal juga tak kalah menghebohkan, yang dimaksud dengan reklame ilegal disini adalah bisa segala jenis reklame maupun bentuk lainya yang sudah habis masa berlakunya, atau tidak memiliki izin namun masih belum diturunkan dan terus berdiri. Selain itu juga poster, umbul-umbul, selebaran, maupun spanduk yang dengan senaknya ditempelkan begitu saja di tembok-tembok, dan pepohonan oleh orang yang tak bertanggung jawab. Hal ini tentu saja sangat mengganggu estetika kota.
Seyogianya papan reklame baru dapat berdiri setelah izin untuk mendirikan reklamenya keluar, namun kenyataan justru sebaliknya. Kuat dugaan kalau selama ini, papan reklame dibangun sambil menunggu izin keluar atau papan reklame sudah berdiri tegak baru izinnya diurus kemudian. Hal ini terlihat dari tidak adanya tanda (stiker) masa berlaku maupun izin reklame, di beberapa tiang reklame yang pernah penulis jumpai.
Hal ini lah yang harus di persoalkan. Pasalnya berdasarkan Pasal 4 ayat (5)  Perda kota Medan No 11 tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. Dikatakan  “Setiap orang pribadi atau Badan yang akan menyelenggarakan reklame di Daerah wajib memperoleh izin tertulis atau pengesahan dari Walikota”. Kuat dugaan terjadi praktek KKN disini. Bagaimana mungkin papan reklame tanpa izin dapat berdiri dengan megahnya?
Mengancam Keselamatan
            Selain masalah Hutan reklame, dan reklame tak berizin. Kelayakan bahan materil yang dijadikan pondasi serta tiang reklame. patut dipersoalkan. Pasalnya sering terjadi insiden jatuhnya papan reklame, apabila hujan deras disertai angin kencang menerpa kota ini. Seperti insiden jatuhnya sebuah papan reklame produk rokok yang menimpa sebuah mobil minibus di Jalan Flamboyan Raya. Mengakibatkan mobil yang tengah melintas itu mengalami kerusakan yang cukup parah.
Insiden serupa juga pernah terjadi beberapa bulan lalu tepatnya di pertigaan Mariendal, antara Jalan Tritura –Jalan Sisingamangaraja. Sebuah papan reklame berukuran besar jatuh  dan menimpah sebuah mobil truk pengangkut sembako yang sedang melintas. Truk yang tertimpa reklame mengalami kerusakan yang cukup parah. Beruntung sang sopir hanya mengalami luka ringan.
            Dari beberapa insiden tersebut menunjukan bahwa pemasangan pondasi tiang reklame terkesan asal jadi. Papan reklamenya berukuran raksasa, namun tiang penyangganya berukuran seperti tusuk gigi. Perlunya melakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap konstruksi tiang reklame, serta memperhatikan struktur pondasi, perlunya adanya pembatasan ketinggian reklame. Hal itu dilakukan sebagai bentuk antisipasi dan mencegah tumbangnya papan reklame.
Bukan hanya reklame tumbang saja yang menjadi ancaman.Pengaplikasian instalasi listrik papan reklame, serta reklame yang ada di trotoar-pun dapat menjadi ancaman. Seperti yang terlihat di salah satu tiang reklame yang ada di simpang gelugur kota. Berdasarkan pengamatan penulis, pada tiang reklame berukuran  besar ini terpasang suatu instalasi listrik.
Namun pemasangan kabel-kabel tersebut terkesan sembarangan. Pasalnya ada beberapa kabel yang terlepas dari ikatanya. Dan Menyerongot ke arah jalan. Hal ini tentu sangat berbahaya apabila kabel tersebut sampai bersenggolan dengan orang maupun kendaraan yang melintas.
            Reklame maupun sepanduk yang di pasang di terotoar juga dapat membahayakan keselamatan pejalan kaki. Pasalnya sepanduk dan tiang reklame yang menutupi badan trotoar hingga penjalan kaki harus mengalah turun ke bahu jalan, hal ini tentu saja membahayakan si pejalan kaki karena tidak tertutup kemungkinan si pejalan kaki dapat tertabrak oleh kendaraan yang melintas.

Menagih Janji
Semangkin lebatnya “Hutan reklame”, mengakibatkan hilangnya nilai nilai keasrian dan estetika kota. Persoalan ini harus segera di tindak lanjuti. Memang benar Pemko Medan telah beberapa kali mengeluarkan stagment untuk menertibkan dan melakukan penataan reklame agar sesuai dengan tata kota.
Seperti yang dikatakan oleh Kepala Dinas Pertamanan Kota Medan Erwin Lubis, SH nyatakan perang dan berjanji akan segara menindaklanjuti instruksi Walikota Medan Drs Rahudman Harahap untuk menertibkan papan reklame ilegal yang saat ini menyomak di kota Medan. sementara perizinan reklame tidak boleh dikeluarkan.
            Untuk kedepan yang mengeluarkan izn reklame harus ada rekomendasi Wali Kota Medan. "Ini untuk penataan reklame yang tidak pada tempatnya, yang telah mati izinnya atau reklame yang memiliki izin tapi tidak sesuai tata letaknya. Ini akan ditertibkan sesuai dengan SK Wali Kota Medan tentang pembongkaran reklame," ujarnya.
Selanjutnya, Dinas Pertamanan juga akan memanggil lagi seluruh pengusaha periklanan yang ada di Medan. Menurut Erwin pihaknya mencoba mengkomunikasikan reklame liar atau menyalah itu pada pemiliknya untuk dibongkar. "Jika tidak memiliki izin atau melanggar tata letak seperti menggunakan bahu jalan, kita akan minta mereka untuk membongkarnya," katanya. (dnaberita.com)
Janji sudah di ikrarkan, saat ini kami warga medan tengah menunggu, dan menanti  komitmen Pemko untuk membabat habis Hutan Reklame di kota Medan. Kehadiran reklame seharusnya tidak hanya mengutamakan dari segi ekonomi saja, aspek lingkungan dan keindahan, serta keselamatan  harus selalu dikedepankan.
Buatlah kehadiran reklame menjadi sesuatu yang enak di pandang mata dengan  tata letak pemasangan yang  memiliki ciri khas/seni tersendiri, agar reklame yang ada di kota Medan dapat mendukung keindahan kota. Guna mewujudkan kota Medan yang BESTARI.***
Penulis adalah Mahasiswa fakultas Hukum UMSU, dan aktif di lembaga pers mahasiswa TEROPONG.

Menghadapi Isu SARA Dengan Logika Yang Rasional


Menghadapi Isu SARA Dengan Logika Yang Rasional
Oleh : Sagita Purnomo
Kalau dikatakan Indonesia sebagai negara yang memiliki keberagaman suku-suku terbanyak di dunia mungkin kita setuju. Seperti  pernyataan yang diumumkan secara resmi oleh Kepala BPS Rusman Heriawan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI  dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 di Indonesia  terdapat kurang lebih 1128 suku bangsa tersebar dari sabang sampai marauke. suku yang satu dengan suku lainya memiliki adat istihadat dan kebudayaan yang berbeda, menjadikan bangsa ini kaya akan keragaman budaya, hingga terkenal kepenjuru dunia. (jpnn.com) 
Selain itu juga ada lima agama berbeda yang dianut oleh masyarakat di negara urutan keempat penduduk terbanyak di dunia  ini. Hal ini menjadikan keberagaman yang sangat luar biaa yang dimiliki oleh bangsa kita. Untuk mempersatukan keberagaman bangsa ini menjadi satu bangsa yang utuh, makah dibuatlah semboyan yang dikenal dengan Bihneka Tunggal Ika yang memiliki makna ”Walaupun berbeda-beda tapi tetap satu jua”. Semboyan inilah yang mengikat kita dalam negara kesatuan republik indonesia (NKRI).
Namun saat ini banyak orang yang tidak menghargai Bihneka Tungggl Ika  sebagai salah satu dari pilar kehidupan bangsa. Banyak orang yang mencoba menghembuskan unsur unsur suku,agama,ras,dan antargolongan (SARA), Dalam momen-momen tertentu dengan tujuan untuk kepentingan golongan maupun dirinya sendiri.
SARA dan Pilkada DKI
Di tengah kebinekaan dan kemajemukan bangsa Indonesia isu SARA menjadi hal yang sangat sensitif. Isu SARA menjadi trending topic yang paling banyak dibicarakan dan menjadi topik utama terutama dalam pergelutan para politisi. Seperti yang terjadi pada Pilkada DKI.
Memang tidak dapat dipungkiri pasangan Calgub dan Cawagub Jokowi-Ahok mapu menempati urutan pertama dalam Pilkada DKI. Ajang Pemilihan Orang nomer satu DKI itu harus dilaksanakan dalam dua putaran dengan pasangan Foke-Nara, sebagai rival tunggal. Sebagaimana telah kita ketahui bersama yang menjadi yang dijadikan isu SARA di sini ialah sosok pria keturunan suku tinghoa yang memiliki nama lengkap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kelahiran Manggar, Belitung Timur, 46 tahun lalu.
Kita akan coba melirik dari segi hukum. Berdasarkan UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dianut suatu konsep baru tentang “Indonesia Asli”. sebagaimana dituangkan di dalam Penjelasan Pasal 2 UU No.12 Tahun 2006. “Orang Indonesia yang menjadi warga negara sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri”.
Jadi pembedaan “Indonesia asli” dan “Indonesia tidak asli” sekarang ini dasarnya bukan perbedaan ras, melainkan status kewarganegaraan yang diperoleh sejak lahir. Kemudian ketentuan Pasal 4 menegaskan bahwa anak yang dilahirkan di wilayah Negara Republik Indonesia dianggap Warga Negara Indonesia sekalipun status Kewarganegaraan orang tuanya tidak  jelas, hal ini berarti secara yuridis ketentuan ini oleh pembentuk Undang-undang dimaksudkan sedapat mungkin mencegah timbulnya keadaan tanpa kewarganegaraan dan memberi perlindungan terhadap segenap Warga Negara Indonesia.
Dengan demikian penjabaran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 mengenai konsep bangsa Indonesia asli tidak didefinisikan berdasarkan etnis, melainkan berdasarkan pada hukum bahwa keaslian Warga Negara Indonesia ditentukan berdasarkan tempat kelahiran dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
Jadi apa yang harus dipermasalahkan? dari segi hukum saja sudah menjelaskan dan membenarkan tentang status kewarganagaraan, namun kenapa isu SARA masih bisa berhenbus? Tidak hanya di kalangan masyarakat biasa, bahkan salah satu publik figur di negara ini yang terkenal dengan julukan “Raja Dangdut” dalan ceramahnya di salah satu masjid sempat melontarkan stegment yang cukup kontroversial. Dimana ia  mengimbau para jamaah di lingkuan intern untuk memilih pemimpin yang seiman. “Islam itu agama yang sempurna, memilih pemimpin bukan hanya soal politik, melainkan juga ibadah. Pilihlah yang seiman dengan mayoritas masyarakat Jakarta,” ujarnya.
Perpecahan Kerukunan
SARA merupakan hal yang sangat sensitif, apabila terus berkobar dapat memicu perpecahan kerukunan antar umat beragama seperti yang dikatakan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Ahmad Syafi'i Mufid mengatakan isu SARA yang tengah merebak menjelang Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, mengancam kerukunan antar umat beragama di wilayah ibu kota."Akhir-akhir ini, hari-hari di Jakarta selalu diwarnai oleh berbagai macam pesan singkat yang bersifat black campaign atau negative campaign,"
Menurut Syafi'i, ayat-ayat suci Al-quran tidak diperuntukkan sebagai senjata demi menjatuhkan salah satu pasangan kandidat cagub-cawagub. "Ajaran agama itu sesungguhnya sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, semua ayat suci tidak boleh digunakan untuk menjelek-jelekkan atau menjatuhkan satu sama lain," (republikaonline)
Penggunaan Rasional
Persoalan SARA sendiri bukanlah masalah bila menilai suku, agama, dan ras dapat dibiarkan terbuka, saling tahu dan saling bergaul tanpa beban agar praktik persatuan di masyarakat menjadi alamiah. Jangan biarkan dirikita termakan dengan isu SARA, bersikaplah sebagai manusia yang hidup dizaman modren jangan berfikir dengan polafikir yang ortodok.
Sekarang masyarakat  sudah sangat heterogen dan tingkat pendidikan yang sudah baik tentunya tidak mudah terpengaruh denagn isu SARA yang negatif. Masyarakat modern dan berpendidikan tinggi juga akan menggunakan rasionalitasnya. Masyarakat yang berpendidikan dan bermoral pasti tidak akan mempermasalahkan isu SARA dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kehidupan masyarakat yang rasional yang menjadi pertimbangan utama adalah misi, visi, kompetensi, kapabiltas dan kualitas calon pemimpin. Rasionalitas pertimbangan SARA akan semakin ditinggalkan dan semakin tidak mendapat tempat dalam masyarakat modern.
Apapun isu SARA yang beredar dalam masyarakat bila sebagian besar masyarakat menggunakan rasionalitasnya maka isu tersebut tidak akan berarti. Buktinya meski dengan merebaknya isu SARA di kampanye putaran pertama tetap saja Jokowi dan Ahok memenangi putaran awal pilkada.
Tetapi bagi kelompok lain seperti masyarakat tradisional, kelompok tertentu yang sangat taat kepada budaya, agama dan aliran tertentu maka isu SARA tidak bisa dipisahkan. Kelompok ini rasionalitasnya tidak bisa dipisahkan dengan kultural budaya dan agama.
Sebenarnya bila dipikirkan dengan rasionalilas modern isu SARA tidak harus ditakuti. Justru dengan isu SARA itu bila bergaung dalam kelompok tertentu maka kelompok lainnya harus menghormatinya sebagai hak  mereka.
Hal ini bila dilakukan akan menjadi pelajaran demokratis yang sangat indah. Yang harus dilawan bersama adalah isu SARA negatif yang memecah belah bangsa. Pilkada DKI Jakarta tahun ini adalah pelajaran berharga bagi masyarakat yang moderat, rasional dan cerdas dalam berdemokrasi.
Sebagai masyarakat yang hidup di rumpun bangsa yang heterogen, hendaknya kita dapt dengan bijak menyikapi persoalan ini. Jangan terlalu muda termakan oleh isi-isu yang di hembuskan oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab. Karna tuhan yang maha esa telah menciptakan manusia di muka bumi dengan berbagai perbedaanya, perbedaan warna kulit, perbedaan warna rambut, berbeda bahasa,jenis kelamin, letak geografis, serta perbedaan kepercayaan. Sesungguhnya tuhan menciptakan perbedaan ini agar kita saling mengenal satu sama lainya, perbedaan ini diciptakan sebagai pemersatu untuk hidup berdampingan sebagai manusia, bukan untuk saling menjelek-jelekan, atau mengutamakan kepentingan golongan kelompoknya saja. Jangan sampai diri kita kita menjadi serigala bagi manusia lain “homo homoni lupus.***
Penulis adalah mahasiswa fakultas hukum UMSU, dan aktif di pers mahasiswa TEROPONG

Angkutam Umum Kota Medan Yang (Tak) Berestetika



Angkutam Umum Kota Medan Yang (Tak) Berestetika
Oleh : Sagita Purnomo
Sebagai salah satu mode transportasi darat, angkutan kota (Angkot) memegang peranan penting dalam proses mobilitas masyarakat sehari hari, mulai dari berangkat kerja, berangkat sekolah, kekampus, kepasar dan, berbagai aktivitas lainya tidak bisa terlepaskan dari angkot terutama bagi kita yang tidak memiliki kendaraan pribadi seperti mobil dan, sepeda motor.
            Angkot di kota Medan sendiri terdiri atas angkot yang beroperasi pada trayek tetap sepertii mobil penumpang (angkot), bus kecil/minibus, bus sedang dan bus besar. Serta  angkot yang tidak bertrayek dilayani oleh taksi dan, becak mesin. Untuk mengenali Angkot dapat di lihat dari warna plat nomor  polisinya atau BK yang bewarna kuning.
Setiap kendaraan umum memang punya kekurangan dan kelebihannya masing-masing, mulai dari soal kenyamanan, fasilitas dan, hal keamanan. Sebagai pengguna jasa transportasi umum pastinya kita menginginkan kendaraan yang kita tumpangi memberikan rasa aman dan nyaman. Baik dari kendaraanya maupun supir yang mengemudikan angkot.
Namun apa yang terjadi kalau angkot yang kita tumpangi tidak dapat memberikan rasa aman dan nyaman?. Pastilah kita tidak ingin hal seperti ini terjdi pada dirikita, tapi kenyatannya banyak angkot yang kerap menimbulkan masalah, mulai dari prilaku ugal ugalan supir angkot dalam berlalulintas, hingga prilaku yang tak menyenangkan si supir kepada penumpang.
Rekor Angkot Medan
             Di kota Medan ini tidak susah untuk menemukan angkot hampir di setiap jalan kita dapat menjumpainya. Menurut Ketua Koperasi Pengangkutan Umum Kota Medan Ferdinan Simangunsong, mengatakan jumlah angkot yang beroperasi di daerah ini merupakan yang terbanyak nomor dua di Indonesia setelah Jakarta.
”Angkutan kota (angkot) yang berwarna kuning ini cukup banyak mencapai 6.010 armada yang siap melayani lebih kurang 2,3 juta warga Medan,” katanya. Sementara itu, angkot yang berada di ibu kota negara tersebut mencapai sebanyak 6.500 armada. Jumlah ini cukup banyak, makanya Jakarta merupakan nomor satu terbanyak di tanah air beroperasi bus angkot. (waspadaonline)
Mobilitas masyarakat yang padat, serta ongkos yang murah, efisiensi waktu, dan tingginya antusiasme warga Medan terhadap mode transportasi angkot ini, menjadi peluang bagi para pengusaha untuk mendirikan usaha angkutan umum. Maka tak heran jumlah angkot di Medan  menduduki peringkat kedua se-Indonesia.
Selain jumlahnya yang banyak ternyata angkot di kota Medan telah didaulat sebagai angkot dengan tarif termurah se-tanah air dibandingkan dengan kota kota besar lainya. Hal ini di akui oleh Ketua Koperasi Pengangkutan Umum kota Medan.

Tarif ongkos angkot di Medan ini hanya Rp 3.000 per orang. Dan itu pun penumpang agak berat untuk membayar, dan masih terjadi tawar-menawar Padahal, ongkos angkot di Jakarta dan Surabaya jauh lebih tinggi, bila dibandingkan dengan tarif yang dikenakan bagi penumpang di Medan. Ketentuan ongkos angkot Rp 3.000 per orang itu sudah merupakan kesepakatan dari organisasi angkutan darat (Organda) di Kota Medan. (republikaonline)
Budaya Supir Angkot
Selain julah angkot yang cukup banyak, masalah kelakuan para supir angkot dalam berlalulintas pun juga menjadi persoalan. Pasalnya angkot memeng terkenal sering berprilaku ugal ugalan dan kerap melanggara peraturan rambu lalulintas yang ada. Belum lagi kebiasaan buruk para supir yang sering buang air kecil sembarangan (kencing) terkadang di balik angkotnya.
Kenyamanan di dalam angkot juga perlu dipertanyakan. Seyogianya sebuah angkot hanya memiliki kapasitas untuk menampung maksimal 16 orang penumpang saja (Sudah termasuk bangku depan), namun tak jarang supir angkot memaksakan mengangkut penumpang lebih dari kapasitas maksimal. Selain itu terkadang ada penumpang dan bahkan supir angkot sendiri merokok di dalam angkot, bahkan keadaan ini diperparah dengan mecetnya jendela sebagai fentilasi udara. Udah padat, pengap, ditambah bau dari asap rokok, menjadi nilai minus angkot.
            Selain itu seperti yang terjadi hampir di setiap pagi saat para supir angkot tengah memulai balapan untuk saling berlomba lomba mengejar penumpang, tak jarang kita melihat angkot yang melaju dengan sangat kencang saling mendahului bahkan di jalan yang dalan keadaan ramai sekalipun. Bahkan tak jarang diantara meraka (angkot) menerobos lampu merah demi  mengejar sewa.
            Supir angkot kerap menaikan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat bahkan di tempat yang jelas jelas sudah terpampang rambu dilarang berhenti. Mungkin dalam hal ini supir angkot tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karna bagaimanapun juga kita (penumpang) sendiri pun terkadang yang naik dan turun dari angkot pada tempat yang tidak semestinya.
Ulah sopir angkot yang cenderung melanggar aturan lalu lintas untuk mengejar setoran, sering membuat kesal pengguna jalan lainnya. Kebiasaan seperti ini kerap menyebabkan kemacetan arus lalulintas bahkan dapat membahayakan keselamatan penumpang tetapi juga keselamatan pengguna jalan lainnya.
            Masyarakat juga harus sadar dalam berlalulintas, selain itu kesalahan bukan hanya pada supir angkot dan masyarakat saja. pemerintah juga turut dipersalahkan, pasalnya pemerintah belum dapat sepenuhnya memanagemen sistim transportasi dengan baik. Masih banyak sarana dan prasarana penunjang yang belum memadahi salah satunya adalah ketersedian Halte bus yang digunakan masyarakat untuk menunggu angkot hanya tersedia di pusat kota saja. sementara untuk wilayah pinggiran kota halte bus merupakan barang langka yang jarang dipandang mata.
Mungkin hal ini yang memberikan kesan buruk terhadap wajah sarana dan prasarana transportasi kita. Selain semua permasalahan diatas beberapa tipe angkot yang ada di Kota Medan juga perlu dilakukan peremajaan, karena selain keadannya yang bisa dikatakan tidak layak seperti body yang sudah keropos, asap hitam pekat yang mengepul, serta suara mesin yang berisik.
 Seperti angkot “Pintu Belakang” dan beberapa jenis Bus antar kota dalam propinsi. Angkot yang sudah ada sejak tahun 1966 itu harus dipertanyakan keberadaanya. Pasalnya apakah angkot tua ini masih layak untuk beroprasi dijalan raya? selain usianya yang sudah tua, apakah gas buang karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan oleh sudako masih memenuhi standar uji emisi saat ini?
            Kendaraan bermotor memang penyumbang terbesar polusi udara dikota ini, oleh sebab  itu pemerintah mesti bertindak tegas, dalam memilah dan memilih kendaraan apkah tidak berbahaya dan masih layak untuk turun kejalanan? Memang tak dapat dipungkiri keberadaan angkutan umum di kota Medan sangatlah vital, oleh sebab itu sangat tidak mungkin untuk mengganti mode transportasi yang satu ini. Tapi minimal pemerintah dalam hal ini Pemko Medan, cepat tanggap dalam menyelesaikan permasalhan lalulintas terutama yang berhubungan dengan angkot.
            Dalam pengoperasian angkutan kota, bentuk hukum yang berlaku secara formal adalah Undang undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Daerah (Perda) No.12 Tahun 2003 Tentang Lalu Lintas, Kereta Api dan Angkutan Jalan, Peraturan Daerah Kota Medan Nomor: 33 tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan dan izin di Bidang perhubungan. Aturan ini wajib ditaati oleh seluruh Supir angkutan perkotaan (pihak-pihak yang terlibat didalamnya, misalnya pemilik angkot).
Besar harapan kami sebagai warga medan menanti wancana pemerintah untuk menghadirkan solusi terbaik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan angkutan masal yang aman dan nyaman, semoga rencana Pemko untuk menghadirkan Bus Trans Medan untuk menjawab akan kebutuhan transportasi darat masyarakat medan dapat segera terealisasi.***
Penulis adalah Pengguna Jasa Angkot,  mahasiswa fakultas hukum UMSU, serta aktif di lembaga pers mahasiswa Teropong