Ini Medan Bung!! (Bukan) Hutan Reklame
Oleh : Sagita Purnomo
Pertumbuhan reklame di kota Medan
pada era ini sangat pesat jutaan reklame dengan berbagai jenis dan ukuran
tersebar di berbagai penjuru kota pemenang Piala Adi Pura 2012 ini. Setiap
harinya reklame selalu bermunculan di berbagai ruas jalan, baik yang berbentuk
papan berukuran raksasa, sedang, hingga yang kecil. Umbul-umbul, bando, baliho,
banner, spanduk, selebaran, reklame bergerak dan masih banyak lagi.
Jumlah Reklame yang berlimpa ruah memang
berdampak positif dalam pergerakan roda perekonomian. Baik bagi perusahaan advertising
(Pengelolah reklame) maupun Pemko Medan. Karena reklame juga menyumbang
pendapatan bagi Pemko. Tak tanggung-tanggung pada tahun 2010 Pemko mematok
target sebesar Rp 35 M per tahun, dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak reklame. (Arsip harian Sumut Pos)
Ketentuan mengenai pajak reklame
sudah diatur dalam Peraturan Wali kota No
58 Tahun 2011 tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) kota
Medan No 11 tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. Namun alangkah sangat disayangkan
apabila hal ini tidak di barengi dengan pengaturan konsep tata letak serta
penataan baik dan benar.
Seharusnya reklame tidak boleh
dipasang dekat tempat ibadah, dekat sekolah, di dekat kantor-kantor
pemerintahan, tidak menutupi pohon yang indah, dan tidak menutupi bangunan tua.
Namun Reklame dapat berdiri dengan kokohnya kapan saja dan dimana saja.
Kesemerawutan letak reklame ini sangat
tak enak dipandang mata, sangking semerawutnya kota Medan seakan-akan terlihat
seperti “Hutan reklame” yang sangat lebat. Seperti yang terlihat di sepanjang
jalan Iskandar Muda terutama di sekitar pasar Peringgan, ratusan reklame dan
umbul-umbul maupun spanduk tepajang padat di mana-mana. Selain merusak estetika
kota keberadaan papan reklame sewaktu waktu juga dapat membahayakan keselamatan
masyarakat.
Reklame Gelap
Selain kesemerawutan tata letak,
persoalan reklame ilegal juga tak kalah menghebohkan, yang dimaksud dengan
reklame ilegal disini adalah bisa segala jenis reklame maupun bentuk lainya
yang sudah habis masa berlakunya, atau tidak memiliki izin namun masih belum
diturunkan dan terus berdiri. Selain itu juga poster, umbul-umbul, selebaran,
maupun spanduk yang dengan senaknya ditempelkan begitu saja di tembok-tembok,
dan pepohonan oleh orang yang tak bertanggung jawab. Hal ini tentu saja sangat
mengganggu estetika kota.
Seyogianya papan reklame baru
dapat berdiri setelah izin untuk mendirikan reklamenya keluar, namun kenyataan justru
sebaliknya. Kuat dugaan kalau selama ini, papan reklame dibangun sambil
menunggu izin keluar atau papan reklame sudah berdiri tegak baru izinnya diurus
kemudian. Hal ini terlihat dari tidak adanya tanda (stiker) masa berlaku maupun
izin reklame, di beberapa tiang reklame yang pernah penulis jumpai.
Hal ini lah yang harus di
persoalkan. Pasalnya berdasarkan Pasal 4 ayat (5) Perda kota Medan No 11 tahun 2011 Tentang
Pajak Reklame. Dikatakan “Setiap orang
pribadi atau Badan yang akan menyelenggarakan reklame di Daerah wajib
memperoleh izin tertulis atau pengesahan dari Walikota”. Kuat dugaan terjadi
praktek KKN disini. Bagaimana mungkin papan reklame tanpa izin dapat berdiri
dengan megahnya?
Mengancam Keselamatan
Selain
masalah Hutan reklame, dan reklame tak berizin. Kelayakan bahan materil yang
dijadikan pondasi serta tiang reklame. patut dipersoalkan. Pasalnya sering
terjadi insiden jatuhnya papan reklame, apabila hujan deras disertai angin
kencang menerpa kota ini. Seperti insiden jatuhnya sebuah papan reklame produk
rokok yang menimpa sebuah mobil minibus di Jalan Flamboyan Raya. Mengakibatkan
mobil yang tengah melintas itu mengalami kerusakan yang cukup parah.
Insiden serupa juga pernah
terjadi beberapa bulan lalu tepatnya di pertigaan Mariendal, antara Jalan
Tritura –Jalan Sisingamangaraja. Sebuah papan reklame berukuran besar
jatuh dan menimpah sebuah mobil truk
pengangkut sembako yang sedang melintas. Truk yang tertimpa reklame mengalami
kerusakan yang cukup parah. Beruntung sang sopir hanya mengalami luka ringan.
Dari
beberapa insiden tersebut menunjukan bahwa pemasangan pondasi tiang reklame
terkesan asal jadi. Papan reklamenya berukuran raksasa, namun tiang
penyangganya berukuran seperti tusuk gigi. Perlunya melakukan pemeriksaan dan
pengujian terhadap konstruksi tiang reklame, serta memperhatikan struktur
pondasi, perlunya adanya pembatasan ketinggian reklame. Hal itu dilakukan
sebagai bentuk antisipasi dan mencegah tumbangnya papan reklame.
Bukan hanya reklame tumbang saja
yang menjadi ancaman.Pengaplikasian instalasi listrik papan reklame, serta
reklame yang ada di trotoar-pun dapat menjadi ancaman. Seperti yang terlihat di
salah satu tiang reklame yang ada di simpang gelugur kota. Berdasarkan
pengamatan penulis, pada tiang reklame berukuran besar ini terpasang suatu instalasi listrik.
Namun pemasangan kabel-kabel
tersebut terkesan sembarangan. Pasalnya ada beberapa kabel yang terlepas dari
ikatanya. Dan Menyerongot ke arah
jalan. Hal ini tentu sangat berbahaya apabila kabel tersebut sampai
bersenggolan dengan orang maupun kendaraan yang melintas.
Reklame
maupun sepanduk yang di pasang di terotoar juga dapat membahayakan keselamatan
pejalan kaki. Pasalnya sepanduk dan tiang reklame yang menutupi badan trotoar
hingga penjalan kaki harus mengalah turun ke bahu jalan, hal ini tentu saja
membahayakan si pejalan kaki karena tidak tertutup kemungkinan si pejalan kaki
dapat tertabrak oleh kendaraan yang melintas.
Menagih Janji
Semangkin lebatnya “Hutan reklame”,
mengakibatkan hilangnya nilai nilai keasrian dan estetika kota. Persoalan ini
harus segera di tindak lanjuti. Memang benar Pemko Medan telah beberapa kali
mengeluarkan stagment untuk menertibkan dan melakukan penataan reklame agar
sesuai dengan tata kota.
Seperti yang dikatakan oleh Kepala
Dinas Pertamanan Kota Medan Erwin Lubis, SH nyatakan perang dan berjanji akan
segara menindaklanjuti instruksi Walikota Medan Drs Rahudman Harahap untuk
menertibkan papan reklame ilegal yang saat ini menyomak di kota Medan.
sementara perizinan reklame tidak boleh dikeluarkan.
Untuk kedepan yang mengeluarkan izn
reklame harus ada rekomendasi Wali Kota Medan. "Ini untuk penataan reklame
yang tidak pada tempatnya, yang telah mati izinnya atau reklame yang memiliki
izin tapi tidak sesuai tata letaknya. Ini akan ditertibkan sesuai dengan SK
Wali Kota Medan tentang pembongkaran reklame," ujarnya.
Selanjutnya, Dinas Pertamanan
juga akan memanggil lagi seluruh pengusaha periklanan yang ada di Medan.
Menurut Erwin pihaknya mencoba mengkomunikasikan reklame liar atau menyalah itu
pada pemiliknya untuk dibongkar. "Jika tidak memiliki izin atau melanggar
tata letak seperti menggunakan bahu jalan, kita akan minta mereka untuk
membongkarnya," katanya. (dnaberita.com)
Janji sudah di ikrarkan, saat ini
kami warga medan tengah menunggu, dan menanti
komitmen Pemko untuk membabat habis Hutan Reklame di kota Medan.
Kehadiran reklame seharusnya tidak hanya mengutamakan dari segi ekonomi saja,
aspek lingkungan dan keindahan, serta keselamatan harus selalu dikedepankan.
Buatlah kehadiran reklame menjadi
sesuatu yang enak di pandang mata dengan
tata letak pemasangan yang
memiliki ciri khas/seni tersendiri, agar reklame yang ada di kota Medan
dapat mendukung keindahan kota. Guna mewujudkan kota Medan yang BESTARI.***
Penulis adalah Mahasiswa fakultas
Hukum UMSU, dan aktif di lembaga pers mahasiswa TEROPONG.