Minggu, 03 Maret 2013

Menyoal Monopoli Minimarket Modren



Menyoal Monopoli Minimarket Modren
Oleh : Sagita Purnomo
Sebagai masyarakat yang terbiasa berbelanja di toko atau kedai tradisional, penulis merasa sedikit ‘risih’ dengan dominasi minimarket modern yang terkesan memonopoli hingga membuat kaum pedagang bermodal pas-pasan kian merana. Disitu, ada sebuah jurang pemisah yang sangat lebar antara kaum bermodal yang semakin kaya dengan pedagang kecil yang semakin terjepit.
Sebagai tempat berbelanja, kedai  merupakan salah satu tempat usaha yang menjual berbagai kebutuhan barang pokok yang diminati banyak orang. Di sini menjual barbagai kebutuhan sehari hari yang sangat dibutuhkan masyarakat mulai dari makanan dan minuman, rokok, beras, sabun, dan keperluan rumahan lain semua tersedia di kedai.
Untuk mendirikan usaha ini tidak begitu runit selain dapat dijalankan atau dibuka di rumah sendiri, keberadaan kedai ini juga sangat vital peranya di masyarakat, ketergantungan masyarakat terhadap kedai ini lah  menjadikan semakin banyak orang yang mendirikan usaha serupa sehingga dapat menggerakan roda perekonimian serta menciptakan lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Keuntungan dari  membuka usaha kedai bisa dibilang cukup lumayan tergantung dari seberapa besar usaha kedai yang dibuka. Semangkin besar kedainya tentu semangkin besar modal dan keuntunganya, dari usaha kedai ini dapat diperoleh keuntungan yang menjanjikan, bahkan tidak sedikit dari pemilik toko tersebut dapat memberikan pendidikan kepada anaknya sampai jenjang yang lebih tinggi.
Fenomena Minimarket Modern
Kehadiran pasar modern seperti supermarket, sualayan, minimarket, dan tempat perbelanjaan yang ada di mall/pelaza yang perkembanganya kian hari kian pesat. Fenomena ini menunjukan bahwa usaha di bidang ini menghasilkan keuntungan yang menjanjikan bagi pelakunya.
Pertumbuhan minimarket modern sangat pesat, namun dari sekian banyak kehadiran minimarket modern ini, ada satu yang paling fenomenal keberadaanya. Sebut saja minimarket modern yang fenomenal itu dengan inisial “I”. Sejak kemunculanya pada tiga tahun lalu hingga sekarang ini terhitung sampai dengan bulan maert 2012, jumlah minimarket “I”  mencapai 148 gerai yang tersebar di seluruh wilayah kota medan ini. Kita dapat menjumpainya dimana saja, mulai dari lingkunag di sekitar tempat tinggal kita, dari pusat kota, hingga kepelosok daerah, dari jalan protokol hingga jalan kampung.
Strategi pemasaran yang diusung minimarket modren  sangat menarik mulai dari pemilihan lokasi strategis seperti di pinggir jalan raya, di daerah pemungkiman ramai,  konsep penataan yang terang, dengan rapi  memajangkan produk-produknya yang membuat pengunjung menjadi nyaman, dan harga yang lebih sedikit murah atau beda tipis dibandingkan harga di tokoh biasa. Selain itu terkadang juga sering menawarkan promosi harga barang baru dan diskon-diskon yang dapat menarik minat konsumen untuk berbelanja.
Namun kehadiran  minimarket modren ini berdampak negatif pada usaha toko kecil atau kedai. Keberadaan minimarket modern membuat toko kecil banyak kehilangan pelanggannya. Keterbatasan yang dimiliki toko kecil, tidak memungkinkan untuk bisa bersaing  dengan minimarket modern. Fasilitas dan kualitas serta sistem managemen yang lebih baik  membuat konsumen lebih memilih untuk belanja di minimarket modren.
Persaingan Tidak Seimbang
 Keberadaan toko kecil atau kedai mulai terkepung oleh minimarket modren. Jaraknya sangat dekat, bahkan ada yang bersebelahan yang berjarak beberapa meter saja. Belum adanya peraturan daerah (Perda) yang jelas dari Pemko medan mengenai tata letak atau lokasi minimarket modern menjadikan toko atau kedai kalah bersaing hingga terancam gulung tikar.
Selain itu ada beberapa faktor lain yang membuat tokoh kecil kalah bersaing dengan minimarket modern yaitu: Pertama faktor harga, dimana minimarket modren banyak memberi potongan-potongan harga yang membuat harga barang tersebut relatif lebih murah. Kedua faktor fasilitas,  minimartket modren memiliki fasilitas-fasilitas yang lebih seperti AC dan Musik yang membuat konsumen merasa nyaman dan betah untuk belanja di tempat tersebut. Dan terakhir faktor pelayanan terhadap konsumen. Minimarket modren  memberikan pelanyanan yang sangat bagus seperti: kesopanan, penyambutan, sampai dengan mencarikan barang yang diinginkan oleh konsumen.
Masyarakat sekarang ini lebih mengutamakan kenyaman dan pelayanan, tentu sudah mulai bosan dengan toko-toko kecil yang kurang memperhatikan kerapian dan juga kebersihan. Sehingga membuat konsumen lebih memilih Minimarket modren sebagai tempat yang nyaman untuk berbelanja.
Taring Kaum Bermodal
            Kehadiran minimarket “I” hanya mengagumkan dari sudut pandang kapitalisme, namum menjengkelkan bagi pengusaha kecil. Minimarket “I” telah melemahkan pengusaha-pengusaha kecil dengan modal pas-pasan apalagi tanpa bantuan usaha dari lembaga kredit usaha. Sangat berbeda dengan “I” yang didukung oleh salah satu Bank swasta terkemuka. Dengan memberikan  plafon kredit sebesar Rp100 miliar  ditargetkan dapat diserap oleh pewaralaba “I”.(bisnis.com)
Lembaga Advokasi Umat Islam Majelis Ulama Indonesia (LADUI-MUI) Sumut memandang dari segi hukum usaha ritel yang dikembangkan minimarket “I” mengarah pada sistem perdagangan kapitalisme, Sekretaris MUI Sumut Prof Dr Hasan Bakti Nasution MA, mengatakan bahwa “I” dapat mematikan usaha kecil untuk berkembang dan pemerintah kurang melihat kalau “I” merupakan retail. “Retail itu kan untuk pengusaha kecil. “I” merupakan pengusaha menengah ke atas,” sebutnya.
Sehingga tidak sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan yang berazaskan pancasila sebagaimana diatur dalam pasal 33 ayat 4 UUD 1945 yang berbunyi “ Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokerasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Kemudian juga tidak sejiwa dengan UU No 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, UU No 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dan UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Hal ini lah yang melatarbelakangi dilayangkan-nya surat gugatan Nomor 04/Adv-MUI SU/XII/2011 tertanggal 15 Desember 2011  di meja majelis hakim Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) kota medan oleh LADUI-MUI dengan isi meminta kepada 16 kepala daerah se-Sumut membatalkan izin dan menutup usaha ritel “I”.(harianandalas.com 29 mei 2012).
Lantas bagaimana solusinya? Jelas suatu kesalahan apabila ada pemikiran untuk memblokir perkembangan minimarket modern, namun pasar bukanlah rimba, siapa kuat dia berkuasa. Pemerintah khususnya Disperindag, harus mempertimbangkan dengan serius dampaknya bagi usaha kecil, mengontrol jumlah dan lokasi minimarket. Karena kalau dibiarkan saja, bukan tidak mungkin hal ini akan menjadi “bola salju” yang mengelinding semangkin besar yang siap membekukan perekonomian rakyat kecil dan menimbulkan gejolak sosial.
Campur tangan Pemerintah dalam hal ini Pemko medan sangat berpengaruh untuk masa depan toko-toko kecil. Karena tanpa adanya izin dari pihak Pemerintah tidak akan banyak bermunculan minimarket “I”. Perlu adanya batasan kuota dan pengaturan tata letak agar terciptanya persaingan yang sehat dan berimbang antara kedai dengan minimarket “I”
Perlu ditekankan indonesia bukanlah negara dengan sistem Kapitalisme, tapi kenapa dalam kenyataan negara ini lebih kapitalis dari pada negara kapitalis? Mungkin bukan negaranya melainkan orang orang yang tidak menghargai jasa para pahlawan yang memperjuangkan Pancasila sebagai dasar negara ini.***
Penulis adalah mahasiswa fakultas hukum UMSU, dan aktif di pers mahasiswa TEROPONG
Artikel ini telah dimuat di Harian Analisa
Link : http://www.analisadaily.com/news/read/2012/07/28/65559/menyoal_monopoli_minimarket_modern/#.UTQR8VI1iG0

Tidak ada komentar:

Posting Komentar