Oleh
: Sagita Purnomo
Sebagai
masyarakat yang terbiasa berbelanja di toko atau kedai tradisional, penulis
merasa sedikit ‘risih’ dengan dominasi minimarket modern yang terkesan
memonopoli hingga membuat kaum pedagang bermodal pas-pasan kian merana. Disitu,
ada sebuah jurang pemisah yang sangat lebar antara kaum bermodal yang semakin
kaya dengan pedagang kecil yang semakin terjepit.
Sebagai
tempat berbelanja, kedai merupakan salah
satu tempat usaha yang menjual berbagai kebutuhan barang pokok yang diminati
banyak orang. Di sini menjual barbagai kebutuhan sehari hari yang sangat
dibutuhkan masyarakat mulai dari makanan dan minuman, rokok, beras, sabun, dan
keperluan rumahan lain semua tersedia di kedai.
Untuk
mendirikan usaha ini tidak begitu runit selain dapat dijalankan atau dibuka di
rumah sendiri, keberadaan kedai ini juga sangat vital peranya di masyarakat,
ketergantungan masyarakat terhadap kedai ini lah menjadikan semakin banyak orang yang
mendirikan usaha serupa sehingga dapat menggerakan roda perekonimian serta
menciptakan lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Keuntungan
dari membuka usaha kedai bisa dibilang
cukup lumayan tergantung dari seberapa besar usaha kedai yang dibuka. Semangkin
besar kedainya tentu semangkin besar modal dan keuntunganya, dari usaha kedai
ini dapat diperoleh keuntungan yang menjanjikan, bahkan tidak sedikit dari
pemilik toko tersebut dapat memberikan pendidikan kepada anaknya sampai jenjang
yang lebih tinggi.
Fenomena Minimarket Modern
Kehadiran
pasar modern seperti supermarket, sualayan, minimarket, dan tempat perbelanjaan
yang ada di mall/pelaza yang perkembanganya kian hari kian pesat. Fenomena ini
menunjukan bahwa usaha di bidang ini menghasilkan keuntungan yang menjanjikan
bagi pelakunya.
Pertumbuhan
minimarket modern sangat pesat, namun dari sekian banyak kehadiran minimarket
modern ini, ada satu yang paling fenomenal keberadaanya. Sebut saja minimarket modern
yang fenomenal itu dengan inisial “I”. Sejak kemunculanya pada tiga tahun lalu
hingga sekarang ini terhitung sampai dengan bulan maert 2012, jumlah minimarket
“I” mencapai 148 gerai yang tersebar di
seluruh wilayah kota medan ini. Kita dapat menjumpainya dimana saja, mulai dari
lingkunag di sekitar tempat tinggal kita, dari pusat kota, hingga kepelosok
daerah, dari jalan protokol hingga jalan kampung.
Strategi
pemasaran yang diusung minimarket modren
sangat menarik mulai dari pemilihan lokasi strategis seperti di pinggir
jalan raya, di daerah pemungkiman ramai,
konsep penataan yang terang, dengan rapi
memajangkan produk-produknya yang membuat pengunjung menjadi nyaman, dan
harga yang lebih sedikit murah atau beda tipis dibandingkan harga di tokoh
biasa. Selain itu terkadang juga sering menawarkan promosi harga barang baru
dan diskon-diskon yang dapat menarik minat konsumen untuk berbelanja.
Namun
kehadiran minimarket modren ini
berdampak negatif pada usaha toko kecil atau kedai. Keberadaan minimarket modern
membuat toko kecil banyak kehilangan pelanggannya. Keterbatasan yang dimiliki
toko kecil, tidak memungkinkan untuk bisa bersaing dengan minimarket modern. Fasilitas dan
kualitas serta sistem managemen yang lebih baik
membuat konsumen lebih memilih untuk belanja di minimarket modren.
Persaingan Tidak Seimbang
Keberadaan toko kecil atau kedai mulai
terkepung oleh minimarket modren. Jaraknya sangat dekat, bahkan ada yang
bersebelahan yang berjarak beberapa meter saja. Belum adanya peraturan daerah
(Perda) yang jelas dari Pemko medan mengenai tata letak atau lokasi minimarket
modern menjadikan toko atau kedai kalah bersaing hingga terancam gulung tikar.
Selain
itu ada beberapa faktor lain yang membuat tokoh kecil kalah bersaing dengan
minimarket modern yaitu: Pertama faktor harga, dimana minimarket modren banyak
memberi potongan-potongan harga yang membuat harga barang tersebut relatif
lebih murah. Kedua faktor fasilitas,
minimartket modren memiliki fasilitas-fasilitas yang lebih seperti AC
dan Musik yang membuat konsumen merasa nyaman dan betah untuk belanja di tempat
tersebut. Dan terakhir faktor pelayanan terhadap konsumen. Minimarket
modren memberikan pelanyanan yang sangat
bagus seperti: kesopanan, penyambutan, sampai dengan mencarikan barang yang
diinginkan oleh konsumen.
Masyarakat
sekarang ini lebih mengutamakan kenyaman dan pelayanan, tentu sudah mulai bosan
dengan toko-toko kecil yang kurang memperhatikan kerapian dan juga kebersihan.
Sehingga membuat konsumen lebih memilih Minimarket modren sebagai tempat yang
nyaman untuk berbelanja.
Taring Kaum Bermodal
Kehadiran
minimarket “I” hanya mengagumkan dari sudut pandang kapitalisme, namum
menjengkelkan bagi pengusaha kecil. Minimarket “I” telah melemahkan
pengusaha-pengusaha kecil dengan modal pas-pasan apalagi tanpa bantuan usaha
dari lembaga kredit usaha. Sangat berbeda dengan “I” yang didukung oleh salah
satu Bank swasta terkemuka. Dengan memberikan
plafon kredit sebesar Rp100 miliar
ditargetkan dapat diserap oleh pewaralaba “I”.(bisnis.com)
Lembaga
Advokasi Umat Islam Majelis Ulama Indonesia (LADUI-MUI) Sumut memandang dari
segi hukum usaha ritel yang dikembangkan minimarket “I” mengarah pada sistem
perdagangan kapitalisme, Sekretaris MUI Sumut Prof Dr Hasan Bakti Nasution MA,
mengatakan bahwa “I” dapat mematikan usaha kecil untuk berkembang dan
pemerintah kurang melihat kalau “I” merupakan retail. “Retail itu kan untuk
pengusaha kecil. “I” merupakan pengusaha menengah ke atas,” sebutnya.
Sehingga
tidak sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan yang berazaskan pancasila
sebagaimana diatur dalam pasal 33 ayat 4 UUD 1945 yang berbunyi “ Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokerasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional”.
Kemudian
juga tidak sejiwa dengan UU No 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, UU No 9
Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dan UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Hal ini lah yang melatarbelakangi
dilayangkan-nya surat gugatan Nomor 04/Adv-MUI SU/XII/2011 tertanggal 15
Desember 2011 di meja majelis hakim
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) kota medan oleh LADUI-MUI dengan isi meminta
kepada 16 kepala daerah se-Sumut membatalkan izin dan menutup usaha ritel
“I”.(harianandalas.com 29 mei 2012).
Lantas
bagaimana solusinya? Jelas suatu kesalahan apabila ada pemikiran untuk
memblokir perkembangan minimarket modern, namun pasar bukanlah rimba, siapa
kuat dia berkuasa. Pemerintah khususnya Disperindag, harus mempertimbangkan
dengan serius dampaknya bagi usaha kecil, mengontrol jumlah dan lokasi
minimarket. Karena kalau dibiarkan saja, bukan tidak mungkin hal ini akan
menjadi “bola salju” yang mengelinding semangkin besar yang siap membekukan
perekonomian rakyat kecil dan menimbulkan gejolak sosial.
Campur
tangan Pemerintah dalam hal ini Pemko medan sangat berpengaruh untuk masa depan
toko-toko kecil. Karena tanpa adanya izin dari pihak Pemerintah tidak akan
banyak bermunculan minimarket “I”. Perlu adanya batasan kuota dan pengaturan
tata letak agar terciptanya persaingan yang sehat dan berimbang antara kedai
dengan minimarket “I”
Perlu
ditekankan indonesia bukanlah negara dengan sistem Kapitalisme, tapi kenapa
dalam kenyataan negara ini lebih kapitalis dari pada negara kapitalis? Mungkin
bukan negaranya melainkan orang orang yang tidak menghargai jasa para pahlawan
yang memperjuangkan Pancasila sebagai dasar negara ini.***
Penulis
adalah mahasiswa fakultas hukum UMSU, dan aktif di pers mahasiswa TEROPONG
Artikel ini telah dimuat di Harian Analisa
Link : http://www.analisadaily.com/news/read/2012/07/28/65559/menyoal_monopoli_minimarket_modern/#.UTQR8VI1iG0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar