Minggu, 03 Maret 2013

Banjir Masih Membayangi Kota Medan



Banjir Masih Membayangi Kota Medan
 Oleh : Sagita Purnomo
Baru genap sebulan kota medan mendapatkan piala Adipura sebagai predikat kota Metropolitan 2012. Namun masih banyak persoalan yang dihadapi kota ini, salah satunya adalah banjir yang kerap menjadi masalah serius dikota-kota besar berpredikat kota metropolitan.
Seperti yang terjadi pada hari Rabu (4/7) lalu. Hujan deras di sertai angin kencang mengguyur kota medan selama 2 jam lebih menyebabkan banjir yang cukup parah hampir diseluruh wilayah kota medan, salah satunya adalah jalan Kenanga Sari III kecamatan medan selayang, tempat penulis tinggal bahkan rumah penulis pun tak luput dari genangan air setinggi mata kaki.
Ada beberapa faktor penyebab banjir dikota ini antara lain : mulai dari minimnya ruang terbuka hijau (RHT), hutan gundul, curah hujan sangat tinggi, bangunan di daerah aliran sungai (DAS), serta buruknya drainase kota.
Minin RTH
Menurut salah satu Analis tata ruang dan tata kota di Medan, Rafriandi Nasution.Mengatakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang dan Tata Wilayah, kota harus memiliki 30 persen RTH. “Untuk mewujudkan RTH sebesar 30 persen dari luas Medan itu Cuma mimpi, karena faktanya kita hampir tidak dapat menemukan ruang terbuka hijau yang ada di Kota Medan,” katanya
Meski memiliki luas wilayah sebesar 26.510 hektar, namun hutan kota yang ada di seputar kota hanya sekitar 31,2 hektar atau setara 0,12% dari luas wilayah kota. Hal ini merupakan salah satu pemicu terjadinya banjir bila intensitas hujan sedang tinggi, karena minimnya RTH yang berfungsi sebaagi daerah resapan air.
Dikatakan Rafriandi, realisasi RTH 30% dari luas kota Medan merupakan harapan yang sangat kecil, karena daerah-daerah resapan air yang seharusnya dibangun dengan tipe besar tidak mampu beroperasi dengan baik, seperti kanal yang bisa dinyatakan tidak berfungsi. “Sangat kecil lah untuk diwujudkan 30% RTH, terutama melihat kondisi Kota Medan saat ini yang nyaris sebagai hutan beton. Bila tidak bisa diwujudkan 30% RTH, maka banjir di medan tidak terobati,” .(waspadaonline.com)
Drainase dan Curah Hujan
Drainase kota yang buruk juga turut memegang andil atas banjir yang kerap terjadi. Persoalanan drainase di medan. Belum sistematisnya sistem pengaliran drainase yang ada menjadi penghambat berjalannya konsep drainase. Hal ini disebabkan karena tidak terencananya perkembangan pemukiman penduduk, yang mengakibatkan berkurangnya daerah resapan, maupun daerah penampungan air. Pembangunan rumah yang tidak terkendali inilah diyakini mengancam alur-alur drainase kota, sehingga terjadinya penyempitan atau penutupan saluran drainase. Boleh dibilang cukup banyak bangunan di Kota Medan meletakkan pondasi rumah pada saluran drainase.
Hampir seluruh wilayah dikota ini drainasenya buruk, sepeerti yang terlihat di  Jalan DI Panjaitan, Jalan Pengadilan, dan Jalan Kapten Pattimura. Kondisi drainase ini sebagian tergenang air berwarna gelap, ditumbuhi rumput liar, dan dipenuhi sampah. Serta Jalan HM Yamin, Jalan Asia, Jalan Wahidin dan Jalan Thamrin, Jalan Pahlawan,jalan Darusalam, Jalan Ampera, Jalan Sutomo serta sejumlah ruas jalan lainnya yang kerap menjadi langganan banjir apabila hujan turun.
Keadaan ini perparah dengan itensitas hujan yang cukup tinggi diwilayah sumut yaitu mencapai 1.500-4.500 milimeter per tahun. Tentu saja dengan curah hujan yang cukup tinggi ini jika tidak di imbangi dengan drainase yang baik tentu saja berdampak pada luapan air yang berujung banjir.
Penyempitan DAS
Hampir seluruh daerah aliran sungai (DAS) Kota Medan sudah diisi bangunan perumahan. Bukan hanya perumahan kumuh tanpa izin, pun ada bangunan-bangunan megah perumahan dan pertokoan yang lengkap dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) turut merusak DAS.
Sederhananya, banjir terjadi karena penampang sungai tidak muat lagi menampung saat air meluap. Bantaran sungai sudah penuh diisi rumah-rumah. Volume tampung air berkurang sebanyak volume bangunan. Terjadilah botle neck, sehingga air mencari titik yang lemah dan meledaklah. Tanggul pun jebol, air pun melimpah kemana-mana.
Kegiatan penyempitan arus sungai, banyak pihak yang memanfaatkan garis sepadan sungai untuk mendirikan bangunan. Sehingga saat ini sulit untuk mencari  batas sungai, karena  sudah tembok. Namun sayangnya tidak ada tindakan tegas dari Pemko Medan, bahkan terkesan dilindungi, terbukti Pemko Medan tetap saja mengeluarkan izin mendirikan bangunan, meski bangunan tersebut diketahui melanggar garis sepadan sungai
Sisi lain penyempitan sungai juga kian menjadi. Hal ini diperparah dengan pelanggaran penggunaan daerah resapan sungai. Idealnya sungai besar harus memiliki daerah resapan atau jalur hijau sejauh 100 meter, sedangkan sungai kecil 50 meter di kedua sisinya.
Selain itu kebiasaan buruk dari masyarakat seperti membuang sampah sembarangan di sungai dan selokan juga turut andil dalam menimbulkan banjir, sampah yang dibuang kedalam sungai maupun selokana akan menghambat aliran air, dan apabila hujuan deras turun akan mengakibatkan air meluap yang berujung pada banjir. Selain faktor alam manusia juga berperan besar menyebabkan bencana terutama banjir, oleh sebab itu jaga dan lestarikanlah lingkungan tempat kita tinggal. Sebab banyaknya bencana  yang terjadi pada saat ini tidak luput dari perbuatan kita manusia sebagai Khalifa dibumi.***
Penulis adalah mahasiswa fakultas hukum UMSU
Artikel ini telah dimuat di Harian Analisa
Link : http://www.analisadaily.com/mobile/read/?id=66832

Tidak ada komentar:

Posting Komentar