Oleh : Sagita Purnomo
Lembaga survei terkemuka, Indonesia Research Center (IRC), merilis 10 kota paling tidak aman di Indonesia. Berdasarkan hasil survei yang diliris akhir Agustus lalu, menempatkan Medan urutan pertama dengan tingkat keamanan sebesar 3,2%, Samarinda 31,6%, Palembang 33,3%, Makasar 44,0%, Jakarta 48,9%, Lampung 50,0%, Surabaya 50,9%, Denpasar 51,5%, Bandung 61, 9% dan terakhir Semarang dengan 63,2%.Survei ini sangat selaras dengan kondisi Kamtibnas Kota Medan yang sangat rawan, mulai dari aksi kejahatan Begal semakin merajarela di Kota Medan, bukan hanya di malam hari dan pada lokasi sepi nan gelap gulita saja, namun begal di Medan saat ini tanpa takut beraksi siang hari di pusat kota yang ramai aktivitas. Selain itu kejahatan narkotika, pencurian, bentrok antar organisasi, premanisme, hingga aksi teror, semua itu berpadu menjadi satu ancaman serius bagi stabilitas keamanan kota.
Korban terbaru kejahatan begal terjadi pada Sabtu (3/9) kamarin tepatnya di Jln. Imam Bonjol depan Vihara Borobudur. Begal beraksi dengan mengendarai sepeda motor dan mengincar seorang wanita yang mengendarai motor metik. Begal tersebut menarik tas korban hingga korban terjatuh dari kendaraannya. Akibatnya, korban mengalami luka serius di bagian wajah dan sampai saat ini sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
Kejadian ini sangat mirip dengan peristiwa naas yang dialami oleh rekan penulis yang berprofesi sebagai jurnalis. Pembegalan itu terjadi pada malam hari selepas ia pulang bekerja, begal merampas tasnya dan menendang sepeda motor korban, sehingga korban terpental dan mengalami luka yang sangat parah pada bagaian lutut dan tangan. Persamaan lainnya dalam kedua aksi begal ini ialah, para korban sama-sama membuat laporan, namun hingga sekarang polisi belum berhasil melacak menangkap pelaku begal tersebut.
Maraknya aksi begal yang tidak mengenal tempat dan waktu ini telah menghantui warga Kota Medan. Masyarakat sudah was-was dan ketakutan apabila berpergian, khususnya malam hari. Celakanya lagi, polisi yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibnas), tidak dapat berbuat banyak, padahal persoalan pemberantasan begal menjadi prioritas utama Polda Sumut dan Polresta Medan.
Satuan khusus tim pemburu/pemberantas preman telah dibentuk, namun hasilnya belum dapat menjamin keamanan di tengah masyarakat kita.
Pada tahun 2016 ini, berbagai peristiwa dan kriminalitas yang terjadi di Kota Medan menjadi sorotan media nasional, mulai dari bentrokan antar ormas, pembunuhan sadis terhadap satu keluarga di Sei Padang, pembunuhan di kampus, penggerebekan kampung narkoba, aksi begal, dan terakhir percobaan bom bunuh diri di rumah ibadah. Dengan berbagai kejadian tersebut, harusnya Kepolisian daerah Sumatera Utara, melakukan eveluasi besar-besaran terkait dengan efektivitas program Kamtibnas di jajarannya, terutama Polresta Medan.
Meski keamanan di Kota Medan semakin rawan dan kinerjanya menjadi sorotan, Kapolresta Medan, Kombes Pol Mardiaz Kusin Diwihanato, justru mengklaim berhasil menjaga kondusifitas kota dengan mengurangi angka kejahatan. Ia juga mempertanyakan hasil survei yang dilansir IRC mengenai Medan peringkat pertama sebagai daerah yang tidak aman di Indonesia.
“Kalau dilihat grafiknya dipertengahan tahun 2016 ini angka kejahatan menurun. Dimana pelaku-pelaku begal sudah banyak yang diamankan. Tetapi kita tidak mempungkiri masih ada juga warga yang menjadi korban kejahatan,” katanya.
Disebutkannya, untuk memberikan pelayanan keamanan bagi masyarakat, Polresta Medan telah membentuk tim khusus guna berjaga di daerah rawan.
“Kita selalu berkordinasi dengan Polda Sumut meningkatkan patroli anti begal, premanisme. Selain itu, sudah dibuat call center untuk memudahkan warga melaporkan aksi kejahatan,” tutupnya (Waspada.co.id)
Pernyataan Kapolresta ini tentu saja sangat disayangkan, harusnya hasil survei tersebut dapat dijadikan rujukan dan bahan evaluasi program penanggulangan kejahatan/krimina-litas di wilayah kerjanya. Realita yang terjadi tingkat kejahatan di Kota Medan ini terus mengalami peningkatan, khususnya aksi begal semakin merajalela. Tim anti begal yang belum lama ini dibentuk, belum dapat memberi kemajuan berarti dalam pengendalian tindak kejahatan. Hal ini dikarenakan mereka hanya bersifat menunggu laporan dari warga melalui Call Center 0813 7667 0983 Tim Pemburu Preman Sabhara Polresta Medan.
Sedangkan untuk patroli yang berkesinambungan dan pengawasan langsung di masyarakat, khususnya pada daerah-daerah rawan sangat jarang dilakukan. Kelalaian polisi dalam pengawasan inilah yang menjadi celah bagi pelaku begal dalam menjalankan aksinya.
Harusnya intensitas patroli dan pengawasan lebih ditingkatkan, polisi dalam menjaga Kamtibnas dapat bekerjasama dengan pihak TNI dan Satpol PP. Dengan semakin banyaknya aparat yang terlibat, akan empersempit ruang gerak begal dalam menjalankan aksi. Bila perlu tim patrloli secara berkesinambungan menyisiri berbagai lokasi yang rawan dan diduga sebagai markas begal.
Kompleks
Persoalan begal dan tingginya tingkat kriminalitas, semakin menambah kompleks berbagai permasalahan yang terjadi di Kota Medan tercinta ini. Ya, saat ini Kota Medan dikepung segudang persoalan klasik yang tidak dapat ditangani serta diselesaikan dengan baik oleh para pemimpin dan pejabat kota. Apabila hujan datang, Kota Medan sangat rawan akan serangan banjir, bukannya melakukan upaya penanggulangan seperti normalisasi sungai, memperbaiki daerah resapan air dan penghijauan, dan pengadaan bio pori, Pemko Medan justru hanya gencar menjalankan proyek abadi drainase (korek paret). Bukannya efektif mengatasi banjir, proyek abadi drainase yang menyisakan materi galian di bahu jalan justru menimbulkan masalah baru, seperti menjadi sumber kemacetan, penyebab kecelakaan dan merusak estetika kota.
Masalah parkir liar juga belum dapat diselesaikan dengan baik oleh pejabat terkait. Kota Medan telah berubah menjadi surganya para jukir liar dalam memeras pemilik kendaraan. Mereka dengan tanangnya beroperasi di tempat-tempat yang bahkan tidak termasuk dalam lokasi parkir.
Di Medan, setiap jengkal memarkirkan kendaraan, pasti harus membayar, apalagi di Lapangan Merdeka yang kini memiliki fungsi ganda sebagai lahan parkir dadakan. Parkir liar di bahu jalan memberi kontribusi nyata terhadap parahnya kemacetan lalu lintas jalanan kota. Semakin banyak kendaraan yang parkir sembarangan, semakin sempit pula ruas jalan yang bisa dilewati.
Lihat saja bagaimana akutnya kemacetan di Jalan Setia Budi, Jalan Surabaya, Kampung Lalang, Gatot Subroto dan sejumlah jalan lainnya.
Lain lagi halnya dengan kondisi jalan Kota Medan yang semakin hari semakin rusak dan penuh lubang. Jalanan di medan ibaratkan permukaan bulan yang habis ditabraki batu meteor, bergelombang, berlubang dan tidak rata. Apalagi dimusim penghujan tiba, jalanan akan berubah menjadi kubangan kerbau yang siap menelan pengendara apes tengah melintas.
Meski faktanya demikian, Wakil Wali Kota Medan sempat berujar jalanan di Kota Medan mulus 90 %. “Jalan di Kota Medan sudah bagus 90 persen. Kalau ada jalan yang rusak. Sebagian besar itu, ranahnya pemerintah provinsi,” katanya Akhyar Nasution, saat menghadiri Pengukuhan Pengurus Kumpulan Marga Pakpahan Kota Medan di Wisma Mahinna Center, Jalan Rela Simpang Pancing Medan, Minggu (12/6/) lalu. (TribunNews.com)
Maraknya aksi begal, tingginya tingkat kriminalitas, persoalan parkir liar, jalan berlubang, reklame liar dan parahnya kemacetan kota harus diselesaikan dengan tuntas segera.
Semoga kedepannya para pihak terkait baik itu Kepolisian, Walikota, Pejabat Kedinasan dan pihak terkait lainnya, dapat melakukan perubahan serta menjalankan tugas dengan baik dan benar. Bawalah Medan menjadi kota yang aman, indah, tertib, aman dan nyaman untuk ditinggali siapa aja. Jangan cuma sekedar selogan retorika “Medan Rumah Kita dan Medan Top Kali”. ***
tulisan ini telah dimuat di Harian Analisa edisi Selasa 6 September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar