PROVINSI Sumatera Utara (Sumut) kini menjelma
sebagai salah satu daerah yang menarik perhatian para investor. Kondisi
demografi mendukung, kualitas SDA yang melimpah serta kondusifitas
politik serta keamanan menjadi nilai plus yang sangat mendukung iklim
investasi. Belum lama ini, di wilayah Kabupaten Simalungun dibangun
kawasan ekonomi khusus (KEK) Sei Mangke, sebagai pusat produksi
beberapa perusahan terkemuka baik yang bersekala nasional maupun
internasional. Dengan kehadiran KEK Sei Mangke ini diharapkan dapat
memberi kontribusi positif terhadap kemajuan perekonomian dan
ketenagakerjaan di Sumut.
Banyak pihak yang menanti realisasi pembangunan KEK Sei Mangke ini
segera rampung, namun sangat disayangkan terdapat sejumlah kendala
serius. Masalah perizinan, pembebasan lahan, hingga keterbatasan
infrastruktur, membuat realisasi kawasan yang diterbitkan
berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 29
Tahun 2012 ini terkesan berjalan di tempat. Kondisi ini tentu saja
sangat disayangkan, mengingat antusias para investor dan peluang
bisnis/investasi yang sangat menjanjikan dari KEK yang memiliki akses
pelabuhan peti kemas bersekala internasional (Pelabuhan Kuala
Tanjung).
Kini empat tahun sudah pasca diterbitkannya PP 29 Tahun 2012, KEK
Sei Mangke masih belum menunjukkan perkembangan yang berarti.
Pemerintah harus berperan aktif dan berkoordinasi dengan sejumlah
pihak terkait di dalamnya untuk terus ‘kerja, kerja dan kerja’
menyelesaikakn semua hambatan yang ada, terutama dalam pembangunan
infrastruktur dan perizinan. Jangan biarkan potensi KEK Sei Mangke yang
sangat menjanjikan ini hilang begitu saja dan berubah menjadi proyek
gagal atau terbengkalai.
Terhambat
KEK Sei Mangke merupakan salah satu dari delapan KEK nasional yang
telah ditetapkan pemerintah. Total keseluruhan luas KEK ini, sekarang,
sekitar 744 hektare. Pengalokasian lahan fase persiapan (2009 s/d
2013), seluas 104 hektare, diperuntukkan buat perkantoran pengelola
kawasan, perumahan dan fasilitas umun, dan pendukung lainnya.
Sedangkan fase kedua (2014-2019), seluas 640 hektare, dimana 27
hektare digunakan Unilever dan selebihnya ke PTP III dan PTP IV, PLN,
Pertagas dan perusahan supporting lain di kawasan itu. Sementara untuk
fase ketiga (2020-2025), disiapkan areal 1.993 hektare.(batampos.co)
Namun sangat disayangkan perencanaan matang tersebut tidak sesuai
dengan kenyataan. Berdasarkan informasi yang penulis himpun dari MedanBinsisdaily.com menyebutkan
bahwa proses pembangunan KEK Sei Mangke berjalan lamban. Gambaran
kumuh masih terlihat di kawasan yang sudah terbuka, peternak dan hewan
ternak masih tampak di kawasan tersebut. Pemandangan ini tentu sangat
kontras dengan keberadaan sejumlah perusahaan yang telah menanamkan
modalnya di kawasan ini, seperti PT Industri Nabati Lestari, PT Unilever
Oleochemical Indonesia Tbk, PTPN3, PT Air Product Indonesia, PT
Pertamina, PT Pertagas, PT PLN dan PT Eurosiatict Heat dan Power
System.
Kepala Dinas Industri dan Perdagangan Sumut H Alwin S juga
mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk mendukung
industri dan ekspor hasil industri dari Sei Mangkei. Sekarang ini
tinggal meningkatkan upaya untuk meyakinkan investor masuk dan
meningkatkan kinerja ekspor Sumut. Bahkan menurut Alwi, beberapa
perizinan dan syarat administrasi ekspor impor, yang selama ini
dipegang Disperindagsu pun sudah bisa dilakukan langsung di Sei Mangkei.
“Untuk itu kita masih harus kerja keras, terutama untuk mendorong
pembangunan berbagai infrastruktur dan penunjang lainnya. Jadi secara
prinsip, aktifitas ekspor impor yang biasanya masih dilakukan di Medan,
sekarang sudah bisa disana,” jelasnya (MedanBisnisdaily.com).
Pemerintah pusat berencana memoles Provinsi Sumut dengan
membangun sejumlah infrastruktur pendukung yang memadahi, bahkan
termasuk kedalam prioritas pembangunan nasional. Jalan tol trans
Sumatera dan proyek kereta api yang saling terintegritas, pembangunan
sejumlah pembangkit dan proyek lainnya terus dikebut pengerjaannya
guna mendukung kelancaran arus perekonomian. Namun banyak proyek
pembangunan tersebut yang mengalami masalah dan terancam ngaret.
Komitmen
KEK Sei Mangke memiliki sejumlah kelebihan yang tak perlu diragukan
lagi, harusnya ini dapat menjadi motivasi besar bagi pemerintah dan stake holder
terkait untuk segera merealisasikannya. Jika realisasi selesai sesuai
target pada tahun 2025 mendatang diperkirakan KEK Sei Mangke yang
dibangun dengan total dana sebesar Rp.5,7 Triliun ini akan mampu
menarik investasi sebesar Rp.123,3 Trilun dan menyerap setidaknya
83.304 tenaga kerja.
“KEK Sei Mangkei itu luar biasa, karena terpadu, terintegrasi dengan
kawasan industri Kuala Tanjung dan Pelabuhan Kuala Tanjung. Ini baru
pertama kali ada di Indonesia. Ini pilot project untuk Indonesia wilayah
Barat. Itu akan menampung tenaga kerja dalam jumlah yang banyak,” kata
Anggota Komisi VI DPR-RI, Nasril Bahar. (Jpnn.com)
Perhitungan ini bukan hanya sebatas opini belaka, buktinya dengan
beroperasinya PT Unilever Oleochemical Indonesia, mampu menyerap tenaga
kerja langsung hingga 600 orang dan menciptakan tenaga kerja tidak
langsung sebanyak 5.000 orang. Jika beberapa perusahaan lainnya segera
beroperasi dan menjalankan aktivitasnya dengan lancar, makan akan banyak
tenaga kerja khususnya dari Sumut yang terserap. Dengan kata lain,
angka pengangguran akan sedikit terkurangi. Ini dapat menjadi
pertimbangan serius bagi para pihak untuk bahu membahu dalam mengatasi
berbagai hambatan yang dihadapi KEK Sei Mangke.
Selain itu, dengan adanya Pelabuhan Kuala Tanjung, secara nyata akan
memangkas cost operasional barang karena dapat langsung didatangkan ke
Sei Mangke. Pasalnya selama ini pergerakan barang dari laut masih harus
dilakukan melalui Pelabuhan Belawan Medan, dan disambung dengan jalur
darat. Oleh kerena itu, dengan adanya konektifitas Sei Mangkei-Kuala
Tanjung, apalagi dengan menggunakan jalur kereta api, dapat menjadi
nilai plus yang sangat menguntungkan investor.
Semua peluang menjanjikan tersebut diatas akan terbuang percuma jika
tidak diiringi dengan komitmen dari pihak terkait untuk menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan benar. Percepat pembangunan
infrastruktur meliputi akses jalan dan Pembangunan jaringan Saluran
Udara Tegangan Menengah, selesaikan berbagai perizinan dan pembebasan
lahan sesuai aturan yang berlaku, stabilitas harga gas, merupakan hal
urgen yang harus dilakukan segera guna mempercepat realisasi proyek.
Semoga kedepannya KEK Sei Mangke dapat memberi manfaat positif,
khususnya bagi pertumbuhan ekonomi Sumut.***
tulisan ini telah dimuat di Harian Analisa Edisi Kamis 15 Desember 2015
Minggu, 15 Januari 2017
Medan Peringkat Satu Kota Tidak Aman
Oleh : Sagita Purnomo
Lembaga survei terkemuka, Indonesia Research Center (IRC), merilis 10 kota paling tidak aman di Indonesia. Berdasarkan hasil survei yang diliris akhir Agustus lalu, menempatkan Medan urutan pertama dengan tingkat keamanan sebesar 3,2%, Samarinda 31,6%, Palembang 33,3%, Makasar 44,0%, Jakarta 48,9%, Lampung 50,0%, Surabaya 50,9%, Denpasar 51,5%, Bandung 61, 9% dan terakhir Semarang dengan 63,2%.Survei ini sangat selaras dengan kondisi Kamtibnas Kota Medan yang sangat rawan, mulai dari aksi kejahatan Begal semakin merajarela di Kota Medan, bukan hanya di malam hari dan pada lokasi sepi nan gelap gulita saja, namun begal di Medan saat ini tanpa takut beraksi siang hari di pusat kota yang ramai aktivitas. Selain itu kejahatan narkotika, pencurian, bentrok antar organisasi, premanisme, hingga aksi teror, semua itu berpadu menjadi satu ancaman serius bagi stabilitas keamanan kota.
Korban terbaru kejahatan begal terjadi pada Sabtu (3/9) kamarin tepatnya di Jln. Imam Bonjol depan Vihara Borobudur. Begal beraksi dengan mengendarai sepeda motor dan mengincar seorang wanita yang mengendarai motor metik. Begal tersebut menarik tas korban hingga korban terjatuh dari kendaraannya. Akibatnya, korban mengalami luka serius di bagian wajah dan sampai saat ini sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
Kejadian ini sangat mirip dengan peristiwa naas yang dialami oleh rekan penulis yang berprofesi sebagai jurnalis. Pembegalan itu terjadi pada malam hari selepas ia pulang bekerja, begal merampas tasnya dan menendang sepeda motor korban, sehingga korban terpental dan mengalami luka yang sangat parah pada bagaian lutut dan tangan. Persamaan lainnya dalam kedua aksi begal ini ialah, para korban sama-sama membuat laporan, namun hingga sekarang polisi belum berhasil melacak menangkap pelaku begal tersebut.
Maraknya aksi begal yang tidak mengenal tempat dan waktu ini telah menghantui warga Kota Medan. Masyarakat sudah was-was dan ketakutan apabila berpergian, khususnya malam hari. Celakanya lagi, polisi yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibnas), tidak dapat berbuat banyak, padahal persoalan pemberantasan begal menjadi prioritas utama Polda Sumut dan Polresta Medan.
Satuan khusus tim pemburu/pemberantas preman telah dibentuk, namun hasilnya belum dapat menjamin keamanan di tengah masyarakat kita.
Pada tahun 2016 ini, berbagai peristiwa dan kriminalitas yang terjadi di Kota Medan menjadi sorotan media nasional, mulai dari bentrokan antar ormas, pembunuhan sadis terhadap satu keluarga di Sei Padang, pembunuhan di kampus, penggerebekan kampung narkoba, aksi begal, dan terakhir percobaan bom bunuh diri di rumah ibadah. Dengan berbagai kejadian tersebut, harusnya Kepolisian daerah Sumatera Utara, melakukan eveluasi besar-besaran terkait dengan efektivitas program Kamtibnas di jajarannya, terutama Polresta Medan.
Meski keamanan di Kota Medan semakin rawan dan kinerjanya menjadi sorotan, Kapolresta Medan, Kombes Pol Mardiaz Kusin Diwihanato, justru mengklaim berhasil menjaga kondusifitas kota dengan mengurangi angka kejahatan. Ia juga mempertanyakan hasil survei yang dilansir IRC mengenai Medan peringkat pertama sebagai daerah yang tidak aman di Indonesia.
“Kalau dilihat grafiknya dipertengahan tahun 2016 ini angka kejahatan menurun. Dimana pelaku-pelaku begal sudah banyak yang diamankan. Tetapi kita tidak mempungkiri masih ada juga warga yang menjadi korban kejahatan,” katanya.
Disebutkannya, untuk memberikan pelayanan keamanan bagi masyarakat, Polresta Medan telah membentuk tim khusus guna berjaga di daerah rawan.
“Kita selalu berkordinasi dengan Polda Sumut meningkatkan patroli anti begal, premanisme. Selain itu, sudah dibuat call center untuk memudahkan warga melaporkan aksi kejahatan,” tutupnya (Waspada.co.id)
Pernyataan Kapolresta ini tentu saja sangat disayangkan, harusnya hasil survei tersebut dapat dijadikan rujukan dan bahan evaluasi program penanggulangan kejahatan/krimina-litas di wilayah kerjanya. Realita yang terjadi tingkat kejahatan di Kota Medan ini terus mengalami peningkatan, khususnya aksi begal semakin merajalela. Tim anti begal yang belum lama ini dibentuk, belum dapat memberi kemajuan berarti dalam pengendalian tindak kejahatan. Hal ini dikarenakan mereka hanya bersifat menunggu laporan dari warga melalui Call Center 0813 7667 0983 Tim Pemburu Preman Sabhara Polresta Medan.
Sedangkan untuk patroli yang berkesinambungan dan pengawasan langsung di masyarakat, khususnya pada daerah-daerah rawan sangat jarang dilakukan. Kelalaian polisi dalam pengawasan inilah yang menjadi celah bagi pelaku begal dalam menjalankan aksinya.
Harusnya intensitas patroli dan pengawasan lebih ditingkatkan, polisi dalam menjaga Kamtibnas dapat bekerjasama dengan pihak TNI dan Satpol PP. Dengan semakin banyaknya aparat yang terlibat, akan empersempit ruang gerak begal dalam menjalankan aksi. Bila perlu tim patrloli secara berkesinambungan menyisiri berbagai lokasi yang rawan dan diduga sebagai markas begal.
Kompleks
Persoalan begal dan tingginya tingkat kriminalitas, semakin menambah kompleks berbagai permasalahan yang terjadi di Kota Medan tercinta ini. Ya, saat ini Kota Medan dikepung segudang persoalan klasik yang tidak dapat ditangani serta diselesaikan dengan baik oleh para pemimpin dan pejabat kota. Apabila hujan datang, Kota Medan sangat rawan akan serangan banjir, bukannya melakukan upaya penanggulangan seperti normalisasi sungai, memperbaiki daerah resapan air dan penghijauan, dan pengadaan bio pori, Pemko Medan justru hanya gencar menjalankan proyek abadi drainase (korek paret). Bukannya efektif mengatasi banjir, proyek abadi drainase yang menyisakan materi galian di bahu jalan justru menimbulkan masalah baru, seperti menjadi sumber kemacetan, penyebab kecelakaan dan merusak estetika kota.
Masalah parkir liar juga belum dapat diselesaikan dengan baik oleh pejabat terkait. Kota Medan telah berubah menjadi surganya para jukir liar dalam memeras pemilik kendaraan. Mereka dengan tanangnya beroperasi di tempat-tempat yang bahkan tidak termasuk dalam lokasi parkir.
Di Medan, setiap jengkal memarkirkan kendaraan, pasti harus membayar, apalagi di Lapangan Merdeka yang kini memiliki fungsi ganda sebagai lahan parkir dadakan. Parkir liar di bahu jalan memberi kontribusi nyata terhadap parahnya kemacetan lalu lintas jalanan kota. Semakin banyak kendaraan yang parkir sembarangan, semakin sempit pula ruas jalan yang bisa dilewati.
Lihat saja bagaimana akutnya kemacetan di Jalan Setia Budi, Jalan Surabaya, Kampung Lalang, Gatot Subroto dan sejumlah jalan lainnya.
Lain lagi halnya dengan kondisi jalan Kota Medan yang semakin hari semakin rusak dan penuh lubang. Jalanan di medan ibaratkan permukaan bulan yang habis ditabraki batu meteor, bergelombang, berlubang dan tidak rata. Apalagi dimusim penghujan tiba, jalanan akan berubah menjadi kubangan kerbau yang siap menelan pengendara apes tengah melintas.
Meski faktanya demikian, Wakil Wali Kota Medan sempat berujar jalanan di Kota Medan mulus 90 %. “Jalan di Kota Medan sudah bagus 90 persen. Kalau ada jalan yang rusak. Sebagian besar itu, ranahnya pemerintah provinsi,” katanya Akhyar Nasution, saat menghadiri Pengukuhan Pengurus Kumpulan Marga Pakpahan Kota Medan di Wisma Mahinna Center, Jalan Rela Simpang Pancing Medan, Minggu (12/6/) lalu. (TribunNews.com)
Maraknya aksi begal, tingginya tingkat kriminalitas, persoalan parkir liar, jalan berlubang, reklame liar dan parahnya kemacetan kota harus diselesaikan dengan tuntas segera.
Semoga kedepannya para pihak terkait baik itu Kepolisian, Walikota, Pejabat Kedinasan dan pihak terkait lainnya, dapat melakukan perubahan serta menjalankan tugas dengan baik dan benar. Bawalah Medan menjadi kota yang aman, indah, tertib, aman dan nyaman untuk ditinggali siapa aja. Jangan cuma sekedar selogan retorika “Medan Rumah Kita dan Medan Top Kali”. ***
tulisan ini telah dimuat di Harian Analisa edisi Selasa 6 September 2016
Langganan:
Postingan (Atom)